Rabu, 23 April 2008

Edisi 156 "Timbul Dan Tenggelamnya Partai Mahasiswa"

Partai mahasiswa di FISIP diragukan keberadaan dan fungsinya. Hal ini dibenarkan oleh Heri mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ’03. Menurutnya, keberadaan partai mahasiswa di FISIP tidak cukup dikenal oleh mahasiswa. Selain itu ia pun mengakui tidak mengetahui tentang sistem kepartaian yang ada di kampus. Berbeda dengan yang diungkapkan di atas, Isma mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ‘05 berpendapat. Partai mahasiswa di FISIP ini kurang melakukan sosialisasi, sehingga beberapa partai saja yang dia ketahui.

“Sedikit tau sih tentang adanya kepartaian, tapi tidak mengetahui peran dari partai di FISIP Unpas ini,” ujar Yudi, salah satu mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. ”Partai jangan hanya selalu ditargetkan untuk menduduki posisi di Himpunan, kalau bisa partai tersebut mempunyai program kegiatan yang kira-kira membuat partai eksis, tidak hanya sekedar mencari kursi kekuasaan,” timpal Deri, mahasiswa Jurusan Komunikasi ‘05.

Menanggapi hal itu, Dadang, Sekertaris Umum Himpunan Administrasi Negara mengatakan. “Partai di FISIP ini seperti belut. Ketika ada pesta pemilu, partai ini muncul tapi ketika tidak ya sudah tak ada,” ujarnya. Masih menurut Dadang, partai harus berfungsi sebagai suatu wahana dan wadah aspirasi mahasiswa itu sendiri, jangan sampai partai ini didaulatkan sebagai suatu pencontohan yang bodoh. Hal ini pun diamini oleh Yogi, Ketua Himpunan Jurusan Kesejahteraan Sosial. “Kebiasaan partai biasanya satu bulan, dua minggu, dan tiga minggu sebelum Pemira (Pemilu Raya) baru mereka mensosialisasikan dengan janji-janji yang begitu indah, tetapi semua itu bohong. Hanya dijadikan kendaraan mencapai puncak kepemimpinan,” ujar Yogi. Namun pendapat lain mengenai kondisi partai mahasiswa di FISIP, dikemukakan oleh Ridwan selaku Ketua Himpunan Hubungan Internasional. ”Partai di sini hanya sebatas syarat yang mana setiap calon ketua lembaga harus melalui partai, artinya hanya sebatas kendaraan,” katanya.

Kemunculan dan menghilangnya partai mahasiswa di kampus Lengkong ini, mendapat tanggapan dari Bagir yang berposisi sebagai anggota Partai Mahasiswa Pasundan (Parmapas). ”Saya suka dengan sistem kepartaian, tapi tidak mudah memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Saat ini sistem kepartaian belum relevan karena sosialisasinya belum menyentuh semua elemen,” katanya. “Kita bangun dulu komunikasi politik dua arah, tiga arah, ataupun kemana arahnya yang berbasiskan pada positif. Kita berkomunikasi dengan tujuan-tujuan yang baik, samakan visi dan kita bergerak bersama,” ujar Bagir, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPM.

Selain dari Parmapas, Ayub dari Partai Republik Cinta (PRC) sekaligus anggota DPM pun angkat bicara. “Untuk hari ini sudah jelas bahwa kelembagaan sedang kacau, pada saat ini partai politik sudah menjadi embrio dan mudah-mudahanan menjadi wadah untuk temen-temen yang tidak memiliki kegiatan,” ujarnya. “Seharusnya dalam rekruitmen anggota partai, yang diutamakan adalah kualitas bukan kuantitas,” tambah Ayub. [] Bamz

Read More......

Edisi 155 "Kelas digabung, konsentrasi berkurang"

Penggabungan kelas dalam proses belajar mengajar dinilai kurang efektif oleh beberapa mahasiswa. Hal ini dikatakan oleh Agus, salah satu mahasiswa Jurusan Administrasi Negara 07’. Menurutnya, perkuliahan yang digabung dapat berakibat kurang kondusifnya ruangan dan suasana dalam belajar. “Karena terlalu banyaknya mahasiswa, mengakibatkan konsentrasi jadi buyar.” Menurutnya kegiatan perkuliahan lebih baik disesuaikan dengan prosedur yang telah ditentukan oleh pihak Universitas.
Hal senada juga diungkapkan oleh Eliza, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional 07’. “Sebenarnya ‘nggak nyaman dengan penggabungan kelas, soalnya kelas kepenuhan, panas, ‘nggak konsentrasi, suara yang di dengar pun jadi nggak jelas, mungkin kerena terlalu rame,” ujarnya. Tidak berbeda dengan keluhan di atas, Eni salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi 05’ mengungkapkaan. “Memang lebih efektif jika proses perkuliahan dilaksanakan di kelas masing-masing, soalnya kalau digabung biasanya kelas menjadi penuh, gerah dan ribut,” katanya.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa tersebut, Rasman Sonjaya selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi angkat bicara. ”Pihak jurusan tidak membenarkan penggabungan kelas, karena proses belajar mengajar dipandang tidak efektif. Bila masih terjadi penggabungan, kami akan meminta secara resmi untuk membatalkan penggabungan kelas tersebut,” tegasnya
Berbeda dengan Rasman, Ketua Jurusan Hubungan Internasional Iwan Gunawan mengungkapkan, “apabila sifatnya mendesak tidak apa-apa, asal telah disepakati oleh mahasiswa dan dosennya. Memang betul kurang efektif. Tetapi apabila dipaksakan kepada mahasiswa sebaiknya jangan.”
“Persoalan mengenai pengabungan kelas harus dikomunikasikan dan di kordinasikan terlebih dahulu antara dosen dan mahasiswa. Jika mahasiswa merasa tidak nyaman dengan pengabungan kelas, lebih baik sampaikan langsung kepada dosen yang bersangkutan atau langsung menghubungi jurusan,” kata Imas Sumiati, Sekertaris Jurusan Administrasi Negara, menanggapi keluhan tersebut.[]She

Read More......

Selasa, 08 April 2008

Edisi 154 "Dana mengalir, produktivitas menurun"

Lengkong Besar_PersPamlet

Beberapa mahasiswa mengeluh mengenai aktivitas lembaga kemahasiswaan yang masih pasif. “Kita ngerasa kecewa himpunan gak aktif, katanya mau ada kegiatan inagurasi tapi sampai sekarang acaranya gak ada, padahal kan dana kemahasiswaanya ada,” kata Femi, salah satu Mahasiswa Jurusan Komunikasi menyikapi Himpunan Mahasiswa Jurusan.
Bukan hanya Femi, Didit pun mengeluhkan hal yang sama. “Gimana ya, sekarang ini kita gak ngerasain efek dari kegiatan yang dilakukan himpunan dan lembaga kemahasiswaan lain, mungkin karena kurangnya sosialisasi“, menurut Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’05 ini.
Menanggapi hal tersebut, Windi, Ketua Himakom, “Kita bukan tidak ada kegiatan, tetapi program yang kita rancang sedang dalam proses. Ada dua hal yang menghambat kinerja Himakom, yaitu internal dan eksternal. Secara internal yaitu pengurus yang kurang aktif dan fasilitas himpunan yang tidak memadai. Secara eksternal, kurangnya respons mahasiswa dan dukungan fakultas yang kurang optimal. Tunggu saja tanggal mainnya, kita pasti melaksanakan kegiatan besar“, ujar Windi.
Ucil Mahasiswa KS ‘05 ikut menanggapi, “Sebetulnya anggaran yang diberikan Fakultas menurut saya tidak berpengaruh, besar kecilnya relative. Sebesar apapun anggaran yang diberikan, kalau tidak ada niat ya percuma. Yang penting niatnya, meskipun anggaran kecil tapi kalau ada niat dari pengurusnya kegiatan pasti terlaksana. Agar kegiatan direspon baik oleh mahasiswa, saya pikir sosialisasi dari lembaga kemahasiswaan juga harus diperbaiki”.
Menanggapi permasalahan diatas, Yogi Kusumah, Ketua Himpunan Jurusan KS angkat bicara. “Kegiatan Himpunan KS masih berjalan untuk kegiatan bulanan, meskipun kegiatannya tidak dikampus. Memang salah kita karena kurangnya sosialisasi. Padahal program kegiatan sering dilaksanakan diluar dari pada di kampus“.
Hal yang sama diungkapkan Asri, Mahasiswa Bisnis 2007, “Kita gak pernah dilibatkan, apalagi tahu program kerja mereka seperti apa. Paling, kita diajak ngehadirin kegiatan. Setelah itu, kita gak pernah dilibatkan lebih jauh. Saran saya, sering saja mereka ngajak adik kelasnya ikut kegiatan mereka, setidaknya dengan banyaknya kegiatan berarti sama dengan sosialisasi kinerja mereka”.
Asep, Ketua Himpunan Mahasiswa Bisnis menjelaskan, “Ada tiga factor yang menyebabkan rendahnya produktivitas HMJ, yaitu faktor dana, fasilitas yang dimiliki himpunan itu sendiri dan kaderisasi yang tidak ada, sehingga kader yang masih mentah sudah menjabat ketua HMJ”. Masih menurut Asep, “Saya tidak mempermasalahkan seberapa besar dana kemahasiswaan kampus, tapi yang saya inginkan adalah Unpas kampus besar pasti punya link (Jaringan-Red) yang luas, seharusnya bisa dimanfaatkan sehingga bisa mempermudah menutupi anggaran. Karena anggaran dari Fakultas hanya 9% dari total dana kemahasiswaan. Buat saya, ada uang atau gak ada uang kegiatan harus berjalan karena ini adalah amanah dan kita sepakat untuk transparansi keuangan“.
Deden Ramdhan, PD III menanggapi hal ini, “Saya tidak setuju bahwa semua Lembaga Kemahasiswaan (LK) fakum, kalau DPM saya mengakui, kita sama-sama tahu DPM ini baru menggeliat. Tapi BEM dan HMJ agresif sekali, tiada hari tanpa kegiatan. Saya harus mengapresiasi mereka, meskipun intensitas HMJ satu dengan yang lain tidak sama, ada yang terus menerus ada yang menunggu alokasi anggaran dulu kemudian mereka menyelenggarakan kegiatan yang besar ”. Menanggapi keuangan mahasiswa yang dianggap menjadi indikator produktivitas Lembaga Kemahasiswaan, Deden juga ikut menanggapi, “ Alokasi anggaran kemahasiswaan bersifat stimulus, merangsang Lembaga Kemahasiswaan untuk beraktivitas, sambil juga mencari sponsorship. Dana kemahasiswaan itu Rp. 36.000,- /mahasiswa, dan menurut saya ini cukup representative, Fisip ini cukup demokratis dibanding Fakultas lain,”(Topan)

Read More......