Selasa, 24 Juni 2008

Edisi 158 "Lembaga yang Mulai Berkontitusi"

Sidang Paripurna yang diselenggarakan DPM pada Kamis (8/5) sepi peserta. Ditambah persoalan kurangnya kesepahaman panitia paripurna dengan peserta sidang mengenai draft, sehingga menimbulkan beberapa kali pending (penundaan-Red) dalam sidang. Hal ini diakui oleh Wawan, salah satu anggota dewan, menurutnya jika dilihat dari segi peserta yang hadir memang kurang, hal ini dikarenakan adanya penundaan sidang yang sering terjadi.

Hal serupa diungkapkan Asep Gunawan, Ketua Hima-Bisnis, “Ya mungkin yang pertama mahasiswa belum memahami betul tentang pentingnya sebuah paripurna itu,” katanya. Menanggapi pernyataan di atas, Ridwan selaku Ketua Him-HI memberikan pendapatnya. Menurutnya, sangat disayangkan bagi peserta yang tidak menghadiri sidang paripurna karena dalam sidang tersebut yang dibahas adalah kepentingan bersama, yakni kepentingan kampus. “Mau dibawa kemana FISIP ini ketika teman-teman yang ada di lembaga hari ini tidak menghadiri perumusan lembaga FISIP ke depan,” tambah Ridwan. Panji, anggota BEM pun menyayangkan dengan proses demokrasi di FISIP yang masih terhambat karena kurangnya partisipasi.

Selain persoalan kehadiran peserta paripurna yang minim, hingga saat ini pun DPM masih menyisakan satu amanah lagi, yaitu mensosialisasikan hasil sidang paripurna yang sudah direvisi kepada LKm dan HMJ yang ada di FISIP. Hal ini dibenarkan oleh Asep Miftafhudin, ketua Hima-AN. Menurutnya, ia pun masih menunggu sosialisasi dari dewan ke HMJ. Sama halnya dengan pendapat tersebut, Ridwan ikut berkomentar, “saya pikir HMJ di sini menunggu dari dewan, apakah sosialisasi sidang paripurna ini melalui HMJ ataukah dari dewan sendiri yang akan mensosialisasikan kepada mahasiswa,” ucapnya.

Menurut Wawan, terkait sosialisasi hasil sidang paripurna yang belum sampai ke setiap lembaga dan himpunan, dirinya membenarkan memang belum direalisasikan dengan alasan berita acaranya belum dibuat oleh dewan. “Saat ini berita acara belum kita buat, karena anggota dewan sendiri masih ada urusan lain,” kata Wawan. [] Ricky, Bamz, Uchie

Read More......

Senin, 23 Juni 2008

Edisi 157 "Kejelasan Fungsi Kepartaian"



Partai politik bukanlah ukuran mutlak dalam mencapai demokratisasi, karena dalam gejolak partai pun banyak melahirkan konflik beruntun. Hal ini dikatakan oleh Femi, mahasiswa Hubungan Internasional ’05. “Demokrasi tidak harus ada partai politik, karena demokratisasi adalah bagaiaman perwakilan yang ada dalam mahasiswa bisa mewakili mahasiswa seluruhnya,” ujar Femi. Namun berbeda dengan pendapat Aep, salah satu mahasiswa Admninistrasi Bisnis ‘02, menurutnya pemilihan anggota lembaga kemahasiswaan lebih baik melalui partai politik, namun harus melalui musyawarah terlebih dahulu.

Berkaitan dengan hal ini, Adnan selaku Ketua BEM FISIP berpendapat, “apabila tiga kali sistem ini (Kepartaian–Red) bermasalah artinya harus dikaji ulang,” ujar Adnan. “Selain itu faktor historis yang harus diurai kembali dan dengan munculnya kepartaian harus dengan mempertemukan kembalai lintas generasi,” tamabahnya. Kondisi tersebut dikatakan oleh Egi, mahasiswa Ilmu Komunikasi ’05. Menurut Egi, dalam system kepartaian yang kan digunakan harus ada kajian ulang mengenai pengorganisasian dalam partai tersebut. “Pengawasannya pun harus diperketat agar tidak terjadi kecurangan dalam Pemira (pemilu raya) yang akan datang,” lanjutnya.

Aris, Ketua DPM FISIP mengatakan, “semua pihak harus ditinjau, tidak hanya dewan ataupun KPUM tapi juga partai. Jadi semua elemen ditinjau,”katanya. Dalam hal ini, anggota Partai Pinus, Didon ikut angkat bicara. “Harus mengkaji lagi apakah kita akan kembali ke masa lampau dengan menggunkana sistem independen atau wacana baru dengan sistem kepartain yang baru,” ujar Didon yang kini berposisi sebagai anggota Dewan.

Berbeda dengan pendapat di atas mengenai pengkajian ulang sistem kepartaian, Danu dari Partai Pasfor berkomentar, “sangat disayangkan apabila partai dibubarkan, sebab partai merupakan tempat pengkaderan orang yang mempunyai kesepahaman untuk dijadikan tujuan dari kesepahaman tersebut,” katanya. [] Dewi


Read More......

Edisi 157 "Optimalisasi Fungsi Dosen"

Sistem pembelajaran di perguruan tinggi tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal bila cara yang digunakan masih seperti di Sekolah Menengah Atas (SMA), yakni hanya ceramah satu arah dari dosen. Seperti terjadi di FISIP Unpas yang selama ini sistem belajarnya masih dinilai kurang efektif. Dituturkan oleh Andre, mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis ’07. Menurutnya sistem pengajaran di Unpas hanya satu arah saja, dan mahasiswa seolah hanya menerima suapan dari dosen. “Saya pernah belajar di salah satu universitas lain, kebanyakan setiap matakuliah ada presentasinya. Kalau di sini (FISIP Unpas-Red) masih belum ada metode seperti itu di semester awal, tetapi kalau di universitas lain dari awal semester sudah mencoba presentasi. Saat ini mahasiswanya seperti yang disuapin dosen,” ujarnya panjang lebar. Hal serupa diungkapkan oleh Usman mahasiswa Jurusan Komunikasi ‘07, menurutnya dosen di FISIP kurang bisa memancing mahasiswa aktif. “Berharap metode dalam menyampaikan materi kuliahnya harus di rubah. Artinya sistem pembelajaran di kampus masih kurang dan perlu di tingkatkan,” katanya.

Berkaitan dengan hal di atas, Thomas Bustomi selaku PD 1 yang mengurusi perihal akdemik menegaskan, “IPK (indeks prestasi kumulatif) sudah bukan jaminan mendapat pekerjaan dan mahasiswa yang bisa survive adalah mahasiswa yang aktif,” ujarnya. “Untuk itu di FISIP ada beberapa dosen yang mengikuti pelatihan SCL (Student Center Learning). Dosen-dosen tersebut nantinya ditugaskan untuk melakukan TOT (Training of Trainer) di dalam kampus,” lanjutnya.

Dari hasil pelatihan SCL tersebut diharapkan beberapa dosen bisa mengkomunikasikan sistem yang baru. Abu Hurairah, salah satu dosen yang mengikuti training tersebut mengatakan, “dalam mensosialisasikan hasil pelatihan SCL ini untuk intern mahasiswa di kelas mau dicoba, walaupun nanti akan bertahap karena rasanya sulit sekali untuk melaksanakan sekaligus,” katanya. “Dan saat ini respon dari mahasiswa belum tahu seperti apa karena belum di coba,” ujar Abu. Masih menurut Abu, penerapan metode SCL itu dari semua komponen harus benar-benar siap, yakni kesiapan dosen dengan penguasaan materi dan metode serta harus ada kesiapan dari mahasiswa.

Lain halnya dengan Imas Sumiati yang juga mengikuti pelatihan SCL menuturkan, dalam metode SCL ini mahasiswanya jadi fokus pembelajaran. “Kalau untuk sosialisai kita ada yang namanya lembaga, saya sudah ke lembaga artinya fakultas. Fakultas juga sudah ada jerih payah kemarin mengadakan loka karya mengenai SCL,”ujarnya. “Mungkin masih ada kendala-kendala secara teknis sehingga belum ditugaskan, tetapi untuk implementasi di kelas saya sudah melaksanakannya bahkan sebenarnya sebelum program SCL dijalankan saya dari dulu sudah SCL, cuma barang kali setengah TCL setengah SCL,” ujar Imas yang juga berposisi sebagai dosen Admninistrasi Negara ini.

Jika perguruan tinggi menginginkan proses perkuliahan berefek maksimal, maka harus ada transformasi ilmu yang banyak, seperti yang diungkapkan oleh Triya dan Ari dari Jurusan Ilmu Komunikasi ‘07, “berharap dosen di FISIP ini lebih sering sharing (berbagi-Red) kepada mahasiswanya agar lebih akrab sehingga lebih mudah menerima materi yang diberikan dosen. []Novie




Read More......

Rabu, 23 April 2008

Edisi 156 "Timbul Dan Tenggelamnya Partai Mahasiswa"

Partai mahasiswa di FISIP diragukan keberadaan dan fungsinya. Hal ini dibenarkan oleh Heri mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ’03. Menurutnya, keberadaan partai mahasiswa di FISIP tidak cukup dikenal oleh mahasiswa. Selain itu ia pun mengakui tidak mengetahui tentang sistem kepartaian yang ada di kampus. Berbeda dengan yang diungkapkan di atas, Isma mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ‘05 berpendapat. Partai mahasiswa di FISIP ini kurang melakukan sosialisasi, sehingga beberapa partai saja yang dia ketahui.

“Sedikit tau sih tentang adanya kepartaian, tapi tidak mengetahui peran dari partai di FISIP Unpas ini,” ujar Yudi, salah satu mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. ”Partai jangan hanya selalu ditargetkan untuk menduduki posisi di Himpunan, kalau bisa partai tersebut mempunyai program kegiatan yang kira-kira membuat partai eksis, tidak hanya sekedar mencari kursi kekuasaan,” timpal Deri, mahasiswa Jurusan Komunikasi ‘05.

Menanggapi hal itu, Dadang, Sekertaris Umum Himpunan Administrasi Negara mengatakan. “Partai di FISIP ini seperti belut. Ketika ada pesta pemilu, partai ini muncul tapi ketika tidak ya sudah tak ada,” ujarnya. Masih menurut Dadang, partai harus berfungsi sebagai suatu wahana dan wadah aspirasi mahasiswa itu sendiri, jangan sampai partai ini didaulatkan sebagai suatu pencontohan yang bodoh. Hal ini pun diamini oleh Yogi, Ketua Himpunan Jurusan Kesejahteraan Sosial. “Kebiasaan partai biasanya satu bulan, dua minggu, dan tiga minggu sebelum Pemira (Pemilu Raya) baru mereka mensosialisasikan dengan janji-janji yang begitu indah, tetapi semua itu bohong. Hanya dijadikan kendaraan mencapai puncak kepemimpinan,” ujar Yogi. Namun pendapat lain mengenai kondisi partai mahasiswa di FISIP, dikemukakan oleh Ridwan selaku Ketua Himpunan Hubungan Internasional. ”Partai di sini hanya sebatas syarat yang mana setiap calon ketua lembaga harus melalui partai, artinya hanya sebatas kendaraan,” katanya.

Kemunculan dan menghilangnya partai mahasiswa di kampus Lengkong ini, mendapat tanggapan dari Bagir yang berposisi sebagai anggota Partai Mahasiswa Pasundan (Parmapas). ”Saya suka dengan sistem kepartaian, tapi tidak mudah memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Saat ini sistem kepartaian belum relevan karena sosialisasinya belum menyentuh semua elemen,” katanya. “Kita bangun dulu komunikasi politik dua arah, tiga arah, ataupun kemana arahnya yang berbasiskan pada positif. Kita berkomunikasi dengan tujuan-tujuan yang baik, samakan visi dan kita bergerak bersama,” ujar Bagir, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPM.

Selain dari Parmapas, Ayub dari Partai Republik Cinta (PRC) sekaligus anggota DPM pun angkat bicara. “Untuk hari ini sudah jelas bahwa kelembagaan sedang kacau, pada saat ini partai politik sudah menjadi embrio dan mudah-mudahanan menjadi wadah untuk temen-temen yang tidak memiliki kegiatan,” ujarnya. “Seharusnya dalam rekruitmen anggota partai, yang diutamakan adalah kualitas bukan kuantitas,” tambah Ayub. [] Bamz

Read More......

Edisi 155 "Kelas digabung, konsentrasi berkurang"

Penggabungan kelas dalam proses belajar mengajar dinilai kurang efektif oleh beberapa mahasiswa. Hal ini dikatakan oleh Agus, salah satu mahasiswa Jurusan Administrasi Negara 07’. Menurutnya, perkuliahan yang digabung dapat berakibat kurang kondusifnya ruangan dan suasana dalam belajar. “Karena terlalu banyaknya mahasiswa, mengakibatkan konsentrasi jadi buyar.” Menurutnya kegiatan perkuliahan lebih baik disesuaikan dengan prosedur yang telah ditentukan oleh pihak Universitas.
Hal senada juga diungkapkan oleh Eliza, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional 07’. “Sebenarnya ‘nggak nyaman dengan penggabungan kelas, soalnya kelas kepenuhan, panas, ‘nggak konsentrasi, suara yang di dengar pun jadi nggak jelas, mungkin kerena terlalu rame,” ujarnya. Tidak berbeda dengan keluhan di atas, Eni salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi 05’ mengungkapkaan. “Memang lebih efektif jika proses perkuliahan dilaksanakan di kelas masing-masing, soalnya kalau digabung biasanya kelas menjadi penuh, gerah dan ribut,” katanya.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa tersebut, Rasman Sonjaya selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi angkat bicara. ”Pihak jurusan tidak membenarkan penggabungan kelas, karena proses belajar mengajar dipandang tidak efektif. Bila masih terjadi penggabungan, kami akan meminta secara resmi untuk membatalkan penggabungan kelas tersebut,” tegasnya
Berbeda dengan Rasman, Ketua Jurusan Hubungan Internasional Iwan Gunawan mengungkapkan, “apabila sifatnya mendesak tidak apa-apa, asal telah disepakati oleh mahasiswa dan dosennya. Memang betul kurang efektif. Tetapi apabila dipaksakan kepada mahasiswa sebaiknya jangan.”
“Persoalan mengenai pengabungan kelas harus dikomunikasikan dan di kordinasikan terlebih dahulu antara dosen dan mahasiswa. Jika mahasiswa merasa tidak nyaman dengan pengabungan kelas, lebih baik sampaikan langsung kepada dosen yang bersangkutan atau langsung menghubungi jurusan,” kata Imas Sumiati, Sekertaris Jurusan Administrasi Negara, menanggapi keluhan tersebut.[]She

Read More......

Selasa, 08 April 2008

Edisi 154 "Dana mengalir, produktivitas menurun"

Lengkong Besar_PersPamlet

Beberapa mahasiswa mengeluh mengenai aktivitas lembaga kemahasiswaan yang masih pasif. “Kita ngerasa kecewa himpunan gak aktif, katanya mau ada kegiatan inagurasi tapi sampai sekarang acaranya gak ada, padahal kan dana kemahasiswaanya ada,” kata Femi, salah satu Mahasiswa Jurusan Komunikasi menyikapi Himpunan Mahasiswa Jurusan.
Bukan hanya Femi, Didit pun mengeluhkan hal yang sama. “Gimana ya, sekarang ini kita gak ngerasain efek dari kegiatan yang dilakukan himpunan dan lembaga kemahasiswaan lain, mungkin karena kurangnya sosialisasi“, menurut Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’05 ini.
Menanggapi hal tersebut, Windi, Ketua Himakom, “Kita bukan tidak ada kegiatan, tetapi program yang kita rancang sedang dalam proses. Ada dua hal yang menghambat kinerja Himakom, yaitu internal dan eksternal. Secara internal yaitu pengurus yang kurang aktif dan fasilitas himpunan yang tidak memadai. Secara eksternal, kurangnya respons mahasiswa dan dukungan fakultas yang kurang optimal. Tunggu saja tanggal mainnya, kita pasti melaksanakan kegiatan besar“, ujar Windi.
Ucil Mahasiswa KS ‘05 ikut menanggapi, “Sebetulnya anggaran yang diberikan Fakultas menurut saya tidak berpengaruh, besar kecilnya relative. Sebesar apapun anggaran yang diberikan, kalau tidak ada niat ya percuma. Yang penting niatnya, meskipun anggaran kecil tapi kalau ada niat dari pengurusnya kegiatan pasti terlaksana. Agar kegiatan direspon baik oleh mahasiswa, saya pikir sosialisasi dari lembaga kemahasiswaan juga harus diperbaiki”.
Menanggapi permasalahan diatas, Yogi Kusumah, Ketua Himpunan Jurusan KS angkat bicara. “Kegiatan Himpunan KS masih berjalan untuk kegiatan bulanan, meskipun kegiatannya tidak dikampus. Memang salah kita karena kurangnya sosialisasi. Padahal program kegiatan sering dilaksanakan diluar dari pada di kampus“.
Hal yang sama diungkapkan Asri, Mahasiswa Bisnis 2007, “Kita gak pernah dilibatkan, apalagi tahu program kerja mereka seperti apa. Paling, kita diajak ngehadirin kegiatan. Setelah itu, kita gak pernah dilibatkan lebih jauh. Saran saya, sering saja mereka ngajak adik kelasnya ikut kegiatan mereka, setidaknya dengan banyaknya kegiatan berarti sama dengan sosialisasi kinerja mereka”.
Asep, Ketua Himpunan Mahasiswa Bisnis menjelaskan, “Ada tiga factor yang menyebabkan rendahnya produktivitas HMJ, yaitu faktor dana, fasilitas yang dimiliki himpunan itu sendiri dan kaderisasi yang tidak ada, sehingga kader yang masih mentah sudah menjabat ketua HMJ”. Masih menurut Asep, “Saya tidak mempermasalahkan seberapa besar dana kemahasiswaan kampus, tapi yang saya inginkan adalah Unpas kampus besar pasti punya link (Jaringan-Red) yang luas, seharusnya bisa dimanfaatkan sehingga bisa mempermudah menutupi anggaran. Karena anggaran dari Fakultas hanya 9% dari total dana kemahasiswaan. Buat saya, ada uang atau gak ada uang kegiatan harus berjalan karena ini adalah amanah dan kita sepakat untuk transparansi keuangan“.
Deden Ramdhan, PD III menanggapi hal ini, “Saya tidak setuju bahwa semua Lembaga Kemahasiswaan (LK) fakum, kalau DPM saya mengakui, kita sama-sama tahu DPM ini baru menggeliat. Tapi BEM dan HMJ agresif sekali, tiada hari tanpa kegiatan. Saya harus mengapresiasi mereka, meskipun intensitas HMJ satu dengan yang lain tidak sama, ada yang terus menerus ada yang menunggu alokasi anggaran dulu kemudian mereka menyelenggarakan kegiatan yang besar ”. Menanggapi keuangan mahasiswa yang dianggap menjadi indikator produktivitas Lembaga Kemahasiswaan, Deden juga ikut menanggapi, “ Alokasi anggaran kemahasiswaan bersifat stimulus, merangsang Lembaga Kemahasiswaan untuk beraktivitas, sambil juga mencari sponsorship. Dana kemahasiswaan itu Rp. 36.000,- /mahasiswa, dan menurut saya ini cukup representative, Fisip ini cukup demokratis dibanding Fakultas lain,”(Topan)

Read More......

Kamis, 13 Maret 2008

Edisi 153 "Aturan yang Tak Berfungsi"

Di awal perkuliahan semester genap ini, beberapa mahasiswa mengeluh mengenai nilai ujian yang belum keluar padahal Ujian Akhir Semester (UAS) telah berlangsung satu bulan yang lalu. “Ujian sudah lama berlangsung, tapi sampai saat ini nilainya belum keluar semua,” kata Isma, salah satu Mahasiswa Jurusan HI ’05. “Nilai yang belum keluar sangat menghambat. Misal kita mau mengambil beasiswa, susah kan jika nilainya belum keluar. Katanya FISIP sekarang mau gimana gitu (Maju-Red) kedepannya, tapi kok dilihat dan diperhatikan dari dulu tetep aja ga’ ada rubahnya,” lanjutnya.

Bukan hanya Isma, Ajat pun mengeluh mengenai keterlambatan nilai, “ada tiga mata kuliah lagi yang belum keluar, Kearsipan, Prilaku Organisasi, dan Perbandingan Administrasi Negara. Kalo bisa dipercepat, karena kita pengen tau hasilnya.” Kata Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara ini. Hal yang sama diungkapkan oleh Indri, Badan, dan Oze, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’07 ini mengatakan, “nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pancasila belum keluar, kalo bisa dipercepat atau diperlancar prosesnya supaya kita ga’ penasaran,” ujar mereka.

Menanggapi permasalahan di atas, Iwan Gunawan, Ketua Jurusan HI angkat bicara. “Memang ada beberapa dosen kita yang demikian (telat mengeluarkan nilai-Red) tapi kita di sini tetep mem-push (mendorong-Red) selalu ke dosen-dosen, dan jika dalam waktu dua minggu nilai belum keluar Jurusan akan menindaklanjuti. Dan mengenai beasiswa, langsung saja datang ke Jurusan,” ujarnya. Masih menurut Iwan, kendala nilai yang belum keluar bukan hanya pada dosen tetapi pada sarana komputernya juga. “Selain dosen, komputer juga biasanya menjadi kendala. Ada nilai yang sudah di input ternyata di layar komputernya belum bisa kelihatan,” ujar dosen yang lebih akrab disapa Igun.

Demikian juga Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Rasman Sonjaya menjelaskan. “Normatifnya dosen itu harus sudah menyerahkan nilai UTS/ UAS kepada bagian nilai di Jurusan itu dua minggu,” ujarnya. Masih menurut Rasman, jika setelah satu bulan dosen belum juga memberikan nilai, maka pihak Jurusan akan memberikan himbauan pada dosen yang bersangkutan. “Ada tiga himbauan yang diberikan untuk dosen yang belum menyerahkan nilai, pertama dihimbau untuk mengembalikan berkas ujian kepada Jurusan, kedua kita (Jurusan-Red) akan mengumumkan nama dosen yang belum menyerahkan nilai di papan pengumuman, dan himbauan ketiga jika dalam satu semester masih juga belum mengeluarkan nilai maka Jurusan akan menjemput paksa berkas ujian itu dana akan ditangani oleh Jurusan,” katanya tegas.

Ikin Sodikin, Ketua Jurusan Administrasi Negara, ikut menanggapi persoalan klasik ini. “Kalender akademik sudah sangat jelas. Dua minggu setelah ujian dilaksanakan dengan mata kuliahnya masing-masing, maka dosen harus menyerahkan nilai kepada Jurusan. Sesibuk apapun dosen itu, mereka harus berusaha melayani mahasiswa,” tuturnya. [] Hasni

Read More......

Rabu, 05 Maret 2008

Edisi 152 "Dewan yang Belum Juga Merangkak"

Struktur Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sudah terbentuk, hal ini dibenarkan oleh Gilang, anggota Dewan dari Parmapas. Menurutnya, struktur Dewan sudah terbentuk 90%. Meskipun sudah ada ruangan dan surat keputusan (SK) yang memayunginya, sampai saat ini DPM belum terlihat eksistensinya lewat kinerja. Menurut Adit, anggota Hima Bisnis mengatakan, “saya belum tahu sama sekali siapa ketua Dewan,” tegasnya. Menurutnya, DPM kurang adanya sosialisasi. “Buat apa ada lembaga kalau tidak digerakkan,” lanjutnya. Hal senada dikatakan oleh Haya, anggota Hima-HI. “saya belum tahu tentang struktur Dewan yang sekarang, padahal DPM merupakan saluran aspirasi mahasiswa. Tapi jika belum ada sosialisasi struktur DPM, hal itu bisa di anggap kinerja DPM kurang,” katanya.

Selain struktur dan eksistensi yang belum tersosialisasi, persoalan pengunduran diri anggota Dewan (Recall-RED) dan masuknya anggota baru legislatif pun belum ada pemberitahuan yang pasti. Hal ini ditanggapi oleh Adnan, ketua BEM. Menurutnya, jika ada anggota baru yang masuk dalam keanggotaan DPM, biasanya melalui prosedur tertentu dengan tembusan ke BEM, BPPM, serta HIMA.

Tito, salah satu mantan calon ketua BEM yang kini menduduki kursi Dewan mengatakan, alasannya masuk di DPM karena ia merupakan elemen dari koalisi 8 partai untuk 22 kursi. “Masuk ke Dewan untuk mengisi kekosongan aja,”ujarnya singkat.

Menanggapi anggota Dewan yang berasal dari mantan calon ketua BEM, Gilang menegaskan bahwa tidak ada landasan hukum yang tidak memperbolehkan mantan calon ketua BEM masuk menjadi anggota dewan. (Dewi, Supri)

Read More......

Edisi 152 "Biaya Mahal, Fasilitas Murahan"

Fasilitas laboratorium di FISIP masih kurang, hal ini ditandai dengan tidak didukungnya proses belajar oleh peralatan yang maksimal. Menurut Mirna mahasiswa Jurusan Administrasi Negara’05, fasilitas yang ada di laboratorium tidak 100% memuaskan, apalagi alat-alat yang kurang memperlancar proses pembelajaran. Hal senada diungkapkan oleh Ria mahasiswa Jurusan Ilmu komunikasi’05, ”fasilitas di laboratorium kurang maksimal, dilihat dari laboratorium fotografi yang ruangannya terlalu sempit, dan laboratorium Bahasa Inggris yang masih menggunakan speaker,”ujarnya. Masih menurut Ria, fasilitas belajar yang belum maksimal dapat menghambat proses perkuliahan. “Kita tuh kurang didukung sama fasilitas yang memadai, laboratorium Bahasa Inggris masih saja menggunkana speaker. Earphone yang ada pun rusak dan tidak berfungsi, masa dengerin percakapan lewat speaker, konvensional banget tuh,” katanya.
Tidak lengkapnya fasilitas di laboratorium membuat beberapa mahasiswa merasa dirugikan. Santi mahasiswa Hubungan Internasionla’06 berpendapat, pembayaran yang terhitung mahal dirasa merugikan jika fasilitasnya tidak sesuai. “Dilihat dari beberapa fasilitas yang ada memang minim sekali, seperti laboratorium Bahasa Inggris yang tidak memakai earphone. “Laboratorium statistik juga sering rusak, masa satu komputer dipakai untuk beberapa orang.” Ujarnya
Menanggapi hal di atas, Alif, Ketua laboratorium Bahasa.Inggris mengatakan, “memang betul jika fasilitas yang ada di laboratorium FISIP dilihat dari segi kualitas jauh dari apa yang diharapkan, masih memakai teknologi yang bukan komputerisasi,” ujarnya. “Jadi kalau ingin kualitas bagus, ya mungkin bayarnya ‘nggak segitu, bukan berarti pihak Fakultas atau pihak Unpas tidak berkeinginan untuk meningkatkan kualitas, hanya mungkin persoalannya pada dana,” tambahnya.
Menanggapi persolan tersebut, Budiana, selaku PD II mengatakan, “kita akan penuhi terus dan berupaya meningkatkan fasilitas ini (alat-alat laboratorium-Red) sesuai dengan kemampuan yang ada,” ujarnya. (Riky, Diana, Diki)

Read More......

Jumat, 22 Februari 2008

Edisi 151 "Laporan Pertanggung Jawaban yang Terlupakan"

Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) 2006-2007 sampai saat ini belum terlaksana, namun Surat Keputusan (SK) untuk kepengurusan baru (2007-2008) sudah dikeluarkan oleh pihak Dekanat. Adnan, Ketua Bem 2007-2008 mengatakan, ”LPJ itu harusnya ada, ke PD III dan saya ‘ga tau itu dilakukan atau ‘ga. Menurutnya, secara hukum memang ada SK Dekanat yang memayungi kepengurusan 2007-2008, namun secara kemahasiswaan ada aktor-aktor yang bertanggung jawab dan sampai saat ini tidak menyelesaikan kondisi ini.


Menanggapi hal tersebut, Deden Ramdhan, PD III berpendapat, “permasalahan rentang waktu yang menuntut Fakultas mengeluarkan SK. Sebab jika kita kaitkan menurut hukum ketatanegaraan, tidak boleh ada kekosongan kepemimpinan. Harus ada kesinambungan kepemimpinan secara tersistem, terstruktur, dan terlembaga,” ujarnya. Masih menurut Deden, antara pengurus lama dan yang baru tidak boleh ada kekosongan kepemimpinan.


Berkaitan dengan hal tersebut, Eva, mantan Presiden BPPM mengatakan, LPJ itu harus ada karena masalah paling sensitif dalam LPJ itu adalah laporan keuangan dan transparansi kegiatan. “Hal itu harus disampaikan kepada mahasiswa dan sampai saat ini belum ada,”tegasnya. Mengenai pelaksanaan LPJ yang belum terlaksana, Vera, Ketua Himpunan Mahasiswa Imu Komunikasi periode 2006-2007 mempunyai pendapat berbeda. Menurutnya, Dewan belum mengadakan LPJ karena hingga hari ini Eksekutif (BEM dan Himpunan-Red) belum ada yang dilantik. “Pelantikan itu adalah syarat yang harus, karena dari tahun ke tahun itu harus selalu ada pelantikan.,” ujar Vera. “Walaupun disebut seremoni, tapi yang namanya pengesahan itu termasuk salah satu perangkat dan tiap tahun itu ada,”tuturnya. (Gita)

Read More......

Edisi 151 "Eksistensi BEM Universitas Kian Meredup"

(Pers_Pamflet) “Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pasundan (BEM UP) tidak ada pengaruhnya, hanya sebagai lembaga saja,” ujar Angga, ketua BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), saat ditanya soal kinerja BEM UP saat ini. Menurutnya, dilihat dari sejarah, kepengurusan BEM di setiap Fakultas periode saat ini tidak begitu paham dengan BEM UP. Penyebabnya adalah kurang sosialisasi dan konsolidasi, sehingga program-program kerjanya kurang dirasakan oleh BEM masing-masing Fakultas. “Secara pribadi saya kecewa dengan kinerja BEM UP saat ini, sebaiknya diadakan perombakkan dari pengurus BEM UP,” ujarnya. Hal senada dikatakan oleh Amel, ketua BEM Fakultas Hukum (FH). Menurutnya, keberadaan BEM UP hanya diketahui oleh kepengurusan sebelumnya sebagai pemrakarsa terbentuknya BEM Universitas, tetapi pengurus yang selanjutnya menjabat di periode ini tidak mengetahui secara jelas mengenai BEM tersebut. Ketidakefektifan kinerja BEM UP juga dikatakan oleh Budi, salah satu anggota BPM Fakultas Ekonomi. Menurutnya, fungsi BEM UP itu sendiri sebagai wadah dari BEM-BEM Fakultas yang ada di Unpas, namun hingga kini fungsi tersebut belum terlaksana dengan baik. “Kinerja BEM UP 70% vakum,” katanya singkat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Adnan, Ketua BEM FISIP berpendapat, “Kinerja BEM UP baru berjalan sekitar 30%, dilihat dari program yang sudah terlaksana seperti seminar yang diadakan di sini (Lengkong-Red).” Pihak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam hal ini pun angkat bicara. Tantri, Sekum LPM JUMPA mengatakan, kinerja BEM UP saat ini belum terlihat. “Sampai sekarang belum ada efek dengan adanya BEM UP itu sendiri,”katanya. Berbeda dengan pendapat Hasan, ketua Mapak Alam, menurutnya pihak UKM dengan Kelembagaan berjalan masing-masing, dan intinya tidak mau ikut campur mengenai urusan tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, pihak BEM Universitas tidak bisa dikonfirmasi. Berkaitan dengan hal ini, Yaya Abdul Azis selaku Pembantu Rektor 3, menyatakan, BEM UP merupakan peraturan Pemerintah yang menjadi keharusan sebagai lembaga kemahasiswaan. “Harus ada sosialisasi dan konsolidasi, mungkin sosialisasi dan konsolidasinya belum optimal,” ujarnya. (Bambang,Fadhil,Hikmat)

Read More......

Edisi 150 "Legislatif Mogok Kerja, Eksekutif Tak Kunjung Sadar"

Sudah lebih dari setengah tahun Lembaga Eksekutif di FISIP terbentuk, namun hal tersebut tanpa adanya kontrol dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan juga konstitusi yang jelas sebagai acuannya. Berkaitan dengan hal ini, Alam, pejabat DPM Periode 2006-2007 mengatakan. Saat ia masih menjabat sebagai Ketua DPM, rancanagn Musdaperma IV sudah ada, yakni mengatur konstitusi kelembagaan. “Tapi ternyata ‘ga sampe final, karena ada SK keluar, dan seharusnya SK keluar setelah Pemira selesai,” ujar Alam. Masih menurut Alam, Legislative (DPM-Red) berfungsi sebagai kontrol terhadap program kerja Eksekutif dan seharusnya pihak Eksekutif mempertanyakan agenda kelegislasian itu serta mengadakan pertemuan dengan anggota partai untuk membahas tentang Legislatif. “Karena sebetulnya draft Musdaperma (Rancangan AD/ART) yang mereka acu ini belum disahkan,” lanjutnya.

Adnan, Ketua BEM mengatakan, saat ini BEM mengacu pada konstitusi yang lama (AD/ART 10). “Konsepsi kita kembali ke AD/ART yang ke-10, dan yang jadi kebutuhan saat ini adalah bagaimana kita memastikan konstitusi tersebut. Selain itu juga harus ada kajian ulang terhadap konstitusi itu,” ujarnya

Berbeda dengan pendapat di atas, Ridwan, Ketua Hima-HI mengatakan, “tidak adanya legalitas dari Dewan karena di Dewan belum ada strukturnya, dan kalo soal inkonstitusi, saya juga bingung. Apakah inkonstitusi ini melanggar konstitusi ataukah tidak adanya konstitusi,” ujar Ridwan. “Saya ‘ga mau karena Dewan belum kebentuk dan aktivitas himpunan jadi terhambat,” tambahnya.

Hal senada dikatakan oleh Asep, Ketua Hima-AN, “kita ‘ngadain kegiatan atau program kerja tanpa ada pengesahan dan kontrol dari Dewan, kita inisiatif sendiri aja karena Dewan belum ada. Sebenarnya saya juga ‘ga setuju dengan hasil Pemira, tapi ternyata sudah ada SK-nya,” ujar Asep. “Dewan ‘ga aktif juga karena permasalahan Pemira yang belum selesai,” lanjutnya.

Berhubungan dengan tidak aktifnya DPM, Ayub anggota Dewan dari Partai Republik Cinta (PRC) mengatakan, seharusnya program Eksekutif harus ada legalitas dari Dewan. “Namun sampe sekarang kenapa Dewan belum aktif, karena adanya penolakan terhadap hasil Pemira yang prosesnya cacat atau salah,” kata Ayub. “Kalo sekarang Eksekutif tetap berjalan, ‘ga punya moral aja karena berjalan inkonstitusiuonal,” ujarnya. Masih menurut Ayub, tahapan-tahapan penolakan hasil Pemira sudah dilakukan lewat jalur demokrasi, tapi lagi-lagi birokrat menggagalkannya

Berbeda dengan pendapat di atas, Bagir, anggota DPM dari Partai Mahasiswa Pasundan (Parmapas) mengatakan,”saya dan temen-temen yang lain ‘ga bisa bertindak di dalam (Dewan-Red) karena kita dari fraksi yang kecil, selain itu kenapa Dewan seperti ini karena sistem kepartaian yang ada di FISIP belum efektif,” ujarnya. (Nirza, Letti)

Read More......

Kamis, 21 Februari 2008

Edisi 149 "Lagi, Hajatan Besar Tanpa Sosialisasi"

Senin (7/1/2008) Aula Unpas Taman Sari terlihat ramai. Hal ini karena pelantikan, sertijab dan penyerahan Surat Keputusan kepada para Ketua Jurusan (Kajur) dan Sekretaris Jurusan (Sekjur) yang terpilih sedang berlangsung. Tapi sayang, hajatan besar ini kurang disosialisasikan. Seperti yang diungkapkan oleh Ridwan, Ketua Him-HI, ”sosialisasi lebih ditingkatkan lagi, biar koordinasinya jelas, biar ’ga ada stigma-stigma negatif dari mahasiswa,” jelasnya. Hal yang serupa dikatakan Asep. Ketua Hima-Bisnis, menurutnya.......

Rani, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. Menurutnya, ia tidak tahu-menahu tentang Kajur terpilih dan adanya pelantikan yang diselenggarakan pada hari senin (7/1). ”Gak ada sosialisasinya, jadi mahasiswanya pada cuek-cuek aja,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Eddy Jusuf selaku Pembantu Rektor I sekaligus panitia pelaksana pelantikan tersebut mengatakan, menurutnya ketentuan sudah terlaksana pada Desember 2007, tapi karena pada bulan tersebut di tingkat Rektorat banyak aktifitas yang memerlukan penanganan khusus, sehingga pelantikan terkesan mepet.

Menurut Deden Ramdhan Pembantu Dekan III FISIP berpendapat, pihak panitia adalah Rektorat. Dirinya pun mendapat informasi tentang terpilihnya Kajur melalui pesan singkat (sms). ”Rektor harus mempertimbangkan matang dan lengkap, sehingga memakan waktu yang cukup lama,” ujarnya. Deden pun menerangkan, Rektor yang demisioner tidak boleh membuat keputusan strategis termasuk melantik seorang pimpinan jurusan.
Didi turmuzdi, Rektor Unpas menjelaskan, mahasiswa tidak dilibatkan dalam pemilihan kajur dan Sekjur.”Saya bikin tembusan agar semua ketua-ketua lembaga diundang, tapi mungkin ada kesalahan teknis,” ungkapnya.

Dengan terpilihnya ketua jurusan yang baru. Tubagus anggota bidang minat bakat dan kreatifitas Hima-AN mengharapkan agar ketua jurusan dapat benar-benar mengemban amanah dari pihak masyarakat dilingkungan jurusannya. Dan Rani sebagai mahasiswa berharap semoga masing-masing jurusan lebih maju, keinginan mahasiswa dan fasilitas untuk mahasiswa lebih diperlengkap. (Mpit_Hasni)

Read More......

Kesenjangan Antara Fasilitas dan Kualitas

Wajah baru FISIP Unpas terlihat lebih indah. Tapi keluhan-keluhan seputar kualitas pengajaran dosen, tetap ramai digemborkan oleh mahasiswa. Seperti yang dikeluhkan oleh Novita, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2005, ”bangunan bagus tapi proses akademik acak-acakan, buat apa?” ungkapnya. Menurutnya sampai sekarang masih banyak masalah-masalah klasik yang selalu menjadi belenggu dalam sistem pembelajaran di FISIP Unpas. ”Seperti nilai yang telat keluar, dosen terlambat masuk kelas, juga dosen yang suka mengubah jadwal semaunya.”

Hal senada diungkapkan Agus, mahasiswa Hubungan Internasional 2006, ”fasilitas sudah sangat bagus, tapi masih banyak dosen yang kurang berkualitas,” tuturnya. Masih menurut Agus, dosen-dosen FISIP Unpas cara pembelajarannya banyak yang teks book. “Cuma ‘ngasih foto copy, kemudian dibacakan oleh dosennya,” katanya. Padahal, alangkah baiknya jika seorang dosen memberikan metode pembelajaran yang dapat memancing mahasiswa menjadi lebih kritis dalam menganalisis suatu permasalahan, jadi tidak hanya mendiktekan materi dalam foto copy.

Berbeda dengan pendapat di atas, Yogi mahasiswa Kesejahteraan Sosial 2005 mengatakan, ”fasilitas FISIP yang membaik sudah dibarengi dengan kualitas dosen yang baik pula,” ujarnya. Ia juga menambahkan jika mahasiswa merasa kurang puas dengan cara mengajar dosen di kelas, sebaiknya mahasiswa tersebut harus berani mengkritik langsung dosen yang bersangkutan.

Menanggapi ketidakpuasan mahasiswa terhadap layanan akademik, Aswan Haryadi, selaku Dekan FISIP mengatakan, pihak fakultas sudah mengusahakan standar kualitas dosen yang mengajar di FISIP Unpas. “Evaluasi pun telah dilakukan, hanya saja teknik pembelajaran setiap dosen berbeda-beda,” ujarnya. Menanggapi masalah dosen yang sering mengubah jadwal kuliah, Aswan menegaskan bahwa tugas dan fungsi dosen hanya mengajar bukan mengatur jadwal. ”Dekan, Staf, dan Pembantunya yang punya wewenang mengatur jadwal, bukan dosen,” tegasnya. (Mpit, Hasni)

Read More......

Dewan, Mau tidur Sampe Kapan...?

Penolakan hasil Pemira oleh perwakilan partai beberapa waktu yang lalu ternyata berimbas pada kinerja anggota Dewan. Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang mempunyai tugas merampungkan konstitusi, hingga saat ini pun belum juga mengaktifkan diri. Sampai 2 bulan sejak Surat Keputusan (SK) diturunkan (sejak 28/8), seluruh anggota Dewan terpilih belum juga membentuk struktur kepengurusan yang baru.

Gilang, salah satu anggota Dewan terpilih dari Parmapas, mengatakan, “posisi saya di Dewan juga belum jelas, padahal SK sudah turun,” tuturnya. “Ada sih niat untuk membentuk struktur, tapi terbentur oleh mekanisme yang ‘ga dimengerti. Sampai saat ini belum ada pembicaraan secara formal maupun informal antara anggota Dewan yang lama dan baru,” lanjutnya.

Menanggapi hal tersebut, Alam, Ketua Dewan yang sudah demisioner, mengatakan, anggota Dewan sekarang maupun Eksekutifnya harus punya inisiatif sendiri kalau misalnya mau dilantik secepatnya. ”Kalo dari saya yang meminta, kayanya terlalu banyak campur tangan di kepengurusan Dewan yang baru,” kata Alam. Menyoal mekanisme yang katanya tak dimengerti anggota Dewan baru, Alam mengatakan kalau semuanya ada dalam draft AD/ART ke-12. ”Sebetulnya, kalau mereka mau membaca draft, semuanya ada disitu. Jadi kita tidak usah ngasih tahu juga mungkin mereka paham. Pelajari dulu sendiri, jangan pengen disuapin terus,” lanjutnya.

Masih menurut Alam, kewenangannya di Dewan sudah hilang karena SK untuk anggota Dewan yang baru sudah keluar. ”SK memang sudah turun, karena SK sudah turun otomatis Dewan sudah punya aturan main di sana. Artinya saya sudah ‘ga bisa apa-apa, kalau sekarang nanya soal Dewan pun saya ‘ga tau apa-apa,” ujarnya.

Ketika dimintai pendapat tentang Dewan yang sampai saat ini belum melakukan aktivitasnya, Ayub, anggota Dewan dari partai Republik Cinta mengatakan, sampai saat ini Dewan masih menolak hasil Pemira. “Dewan sebenarnya sangat mendesak untuk diaktifkan kembali,” kata Ayub. “SK memang sudah turun, tapi belum resmi karena belum ada pelantikan,” lanjutnya.

Menyinggung SK yang sudah turun dan pelantikan untuk mengesahkan status kepengurusan lembaga yang baru terbentuk, Deden Ramdan, selaku PD III, menjelaskan, SK untuk Dewan memang sudah turun, hanya saja surat keputusan itu ditolak oleh perwakilan partai yang menggugat hasil Pemira. Menurut mereka (partai yang menolak hasil pemira-Red) SK ini cacat hukum,” katanya. “Sedangkan soal pelantikan, dalam statuta Universitas pun tidak disebutkan kalau ada acara pelantikan untuk mengesahkan pengurus Lembaga Kemahasiswaan,” tegasnya. (Qi2)

Read More......

Perpustakaan FISIP Kekurangan Buku

Kurangnya fasilitas akademik di FISIP Unpas terulang lagi. Kini giliran perpustakaan yang menjadi sorotan. Banyaknya mahasiswa yang mengeluhkan bahwa buku-buku di perpustakaan tidak lengkap. Hal tersebut dikatakan oleh Andriani, mahasiswa jurusan Administrasi Negara ’04.

”Buku-buku di perpustakaan FISIP Unpas sedikit dan kurang banget,” ujarnya. Menurutnya, buku-buku yang ada di perpustakaan adalah terbitan yang sudah lama. ”Seharusnya, buku-buku tahun ’80an dikurangi saja, banyakin buku-buku yang baru,” lanjutnya. Ia pun mengatakan, perpustakaan itu seharusnya memasang internet. ”Jadi kalau teori dan bukunya tidak mendukung, bisa langsung browsing ke internet biar kita ’ga usah keluar-keluar lagi,” tuturnya.

Hal yang serupa diakui oleh Spari Mufti, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’04. Menurutnya walaupun tempatnya sudah lumayan nyaman, akan tetapi koleksi buku-bukunya kurang. ”Terutama yang Komunikasi jarang banget, malahan kalau dapet tugas dan nyari referensi ke sini ’ga ada, otomatis harus nyari bukunya di perpustakaan kampus yang lain,” tuturnya.

Menurut Kepala Bagian Perpustakaan yang tidak mau disebutkan namanya mengakui, memang buku-buku di perpustakaan begitu kurang. ”Ya gimana yah udah gini mah. Ngajuin juga udah,” katanya. Menanggapi hal tersebut, Budiana, selaku PD II menjelaskan, saat ini sedang melakukan distribusi anggaran yang ada untuk kepentingan unit-unit di FISIP Unpas, dan salah satunya adalah untuk perpustakaan. Masih menurut Budiana, sekarang ini pihak Fakultas sedang melakukan belanja untuk pemenuhan buku-buku perpustakaan. ”Memang kekurangan itu harus segera dipenuhi. Kebetulan minggu-minggu ini akan kita penuhi buku-buku baru untuk perpustakaan,” tegasnya.

Mengenai dosen-dosen yang meminjam buku perpustakaan dan jarang mengembalikannya, Kepala Bagian Perpustakaan membenarkan hal itu memang terjadi. ”Bukan jarang lagi, ’ga ngembaliin malah!” jawabnya. Mengenai tindakan tegas terhadap dosen-dosen yang tidak mengembalikan buku perpustakaan, menurutnya, ia tidak dapat melakukan tindakan tegas karena dirinya hanyalah bawahan (staff-Red).

Menanggapi tindakan tegas terhadap dosen yang malas mengembalikan buku, Budiana mengatakan akan menindak paksa dengan bimbingan yang tidak terlalu besar. ”Yang disebut dengan perubahan itu adalah sesuatu yang harus kita sikapi sebagai suatu yang harus bertahap, karena anggaran pun terbatas, itu menjadi wilayah kami untuk menyelesaikan, yang penting koleksi bukunya akan kita perbaharui,” ujarnya. (Jenny, Hasni)

Read More......