Senin, 23 Juni 2008

Edisi 157 "Kejelasan Fungsi Kepartaian"



Partai politik bukanlah ukuran mutlak dalam mencapai demokratisasi, karena dalam gejolak partai pun banyak melahirkan konflik beruntun. Hal ini dikatakan oleh Femi, mahasiswa Hubungan Internasional ’05. “Demokrasi tidak harus ada partai politik, karena demokratisasi adalah bagaiaman perwakilan yang ada dalam mahasiswa bisa mewakili mahasiswa seluruhnya,” ujar Femi. Namun berbeda dengan pendapat Aep, salah satu mahasiswa Admninistrasi Bisnis ‘02, menurutnya pemilihan anggota lembaga kemahasiswaan lebih baik melalui partai politik, namun harus melalui musyawarah terlebih dahulu.

Berkaitan dengan hal ini, Adnan selaku Ketua BEM FISIP berpendapat, “apabila tiga kali sistem ini (Kepartaian–Red) bermasalah artinya harus dikaji ulang,” ujar Adnan. “Selain itu faktor historis yang harus diurai kembali dan dengan munculnya kepartaian harus dengan mempertemukan kembalai lintas generasi,” tamabahnya. Kondisi tersebut dikatakan oleh Egi, mahasiswa Ilmu Komunikasi ’05. Menurut Egi, dalam system kepartaian yang kan digunakan harus ada kajian ulang mengenai pengorganisasian dalam partai tersebut. “Pengawasannya pun harus diperketat agar tidak terjadi kecurangan dalam Pemira (pemilu raya) yang akan datang,” lanjutnya.

Aris, Ketua DPM FISIP mengatakan, “semua pihak harus ditinjau, tidak hanya dewan ataupun KPUM tapi juga partai. Jadi semua elemen ditinjau,”katanya. Dalam hal ini, anggota Partai Pinus, Didon ikut angkat bicara. “Harus mengkaji lagi apakah kita akan kembali ke masa lampau dengan menggunkana sistem independen atau wacana baru dengan sistem kepartain yang baru,” ujar Didon yang kini berposisi sebagai anggota Dewan.

Berbeda dengan pendapat di atas mengenai pengkajian ulang sistem kepartaian, Danu dari Partai Pasfor berkomentar, “sangat disayangkan apabila partai dibubarkan, sebab partai merupakan tempat pengkaderan orang yang mempunyai kesepahaman untuk dijadikan tujuan dari kesepahaman tersebut,” katanya. [] Dewi


Tidak ada komentar: