PerPamflet_Lengkong Besar 165
Ketidak konsistenan pihak jurusan dalam mengeluarkan kebijakan mengenai Lab. Kearsipan membuat mahasiswa Administrasi Negara (AN) bingung. Hal ini dikatakan Hendra Setiawan mahasiswa AN’06, menurutnya pihak jurusan yang tidak kosisten atas kebijakan mengenai lab kerasipan membuat mahasiswa merasa dirugiakan. “karena perkuliahan sudah berjalan, tetapi lab kearsipan baru dimulai,” katanya, masih menurut Hendra, “komitmen awal Lab. Kearsipan tidak diadakan lagi dan hal ini telah disosialisasikan oleh dosen yang bersangkutan bahwa tidak ada lagi Lab. Kearsipan.”
Hal serupa dikatakan Agus mahasiswa AN’07, ”tidak konsisten dengan kebijakannya, saya sebagai mahasiswa bertanya-tanya (diadakannya kembali lab. Kearsipan-Red).” Ucapnya. Masih menurut Agus, kenapa Lab.Kearsipan tidak diadakan dari awal perkuliahan, hal ini menunjukan pengaturan dalam menjalankan kurikulum pembelajaran kurang begitu baik. ”Menurut saya, perencanaan kurikulum dari sekarang cobalah di manage sebaik mungkin, jangan sampai dedikasi jurusan tidak ada harganya didepan mahasiswa.” Tambah Agus member saran.
Aris ferdiansyah mahasiswa AN’07 berpendapat sama, permasalahan ini menjadi tanggung jawab pihak jurusan karena tidak konsistennya kebijakan yang dikeluarkan. ”Wewenang (kewajiban-Red) jurusan itu menyelenggarakan suatu kegiatan perkuliahan dan menyediakan perangkat-perangkat yang dibutuhkan mahasiswa,” lanjut Aris. Selain itu, pihak jurusan sebelum mengeluarkan suatu kebijakan hendaknya di rencanakan dengan baik dan konsisten.
Imas Sumiati, Sekjur AN menanggapi, belum ada instruksi untuk menghilangkan Lab. Kearsipan, hanya saja masih dalam masa transisi yang nantinya akan diganti dengan Lab.Simda karena Lab.kearsipan hanya sebagian kecil dari Lab.Simda. ”Kita mengeluarkan kebijakan harus berembuk dengan beberapa orang, tentunya baik dari kami tingkat jurusan, laboratorium, maupun dosen yang bersangkutan,” katanya. Masih menurut Imas, dengan diadakannya Lab. Kearsipan, yang jelas mahasiswa tidak akan dirugikan walaupun mungkin agak sedikit dibingungkan, yang tadinya tidak ada lab sekarang ada lab kembali. ”Segala sesuatu yang memang ingin lebih baik dari yang semula itu memang perlu pemikiran, perlu perencanaan, tidak bisa asal dan sembarangan,” selain itu, “hal ini menyangkut konsekuensi jurusan kepada mahasiswa yang mau belajar, dan jurusan ingin meningkatkan mutu pembelajaran bagi mahasiswa,” tambahnya.
Ikin Sodikin, Kajur AN angkat bicara, “sampai saat ini Lab. Kearsipan masih ada.” Tegasnya. Selain itu Ikin menambahkan, sebaiknya mereka memahami apa yang dinamakan transisi artinya ketika Lab Simda telah ada, maka Lab Kearsipan akan masuk di dalam materi Lab.Simda sehingga Lab.Kearsipan nanti tidak berupa lab. tersendiri lagi, melainkan hanya sebatas mata kuliah. “Jadi sebelum Lab.Simda berdiri maka Lab.Kersipan harus tetap berjalan.” Tambah Ikin.
Ine marliane, Dosen Kearsipan ikut berpendapat, “menurut informasi, memang Lab. Kearsipan akan diganti sehingga saya tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti Lab.Kearsipan tapi saya juga menyarankan agar (mahasiswa-Red) berkonfirmasi dengan pihak jurusan,” ungkapnya. Masih menurut Ine, seharusnya dari pihak jurusan melibatkan dosen yang bersangkutan dalam proses pengambilan kebijakan, tapi pada kenyataannya tidak dilibatkan. [] Novia
Senin, 30 Maret 2009
Kurikulum Harus Konsisten
Kualitas Mahasiswa Menentukan Kualitas Kampus
PersPamflet_Lengkong Besar 164
Seiring dengan menjamurnya Universitas swasta di Indonesia, khususnya Bandung. Maka, semakin banyak alternative bagi calon mahasiswa dalam menentukan pilihan akademiknya, pilihan tersebut seharusnya didasari dengan cara pandang ideal yang disesuaikan dengan kemampuan individunya, khususnya skill dan minat akademik.
Seperti yang dialami Yanti mahasiswa jurusan HI ‘08, “Saya sendiri masuk jurusan HI karena saya punya cita-cita jadi diplomat, tapi berhubung nggak masuk ke Universitas Negeri, saya masuk Unpas karena dari sisi biaya murah dibanding swasta lain,” katanya.
Hal yang sama dirasakan Furkon, mahasiswa Komunikasi ’07, menurutnya calon mahasiswa saat ini memilih kampusnya tidak didasari hal-hal yang ideal, padahal seorang individu bisa maju dilihat dari kualitas akademiknya.
Masih menurut Furkon, “Permasalahannya sekarang, kualitas individu sebagai mahasiswa yang dihasilkan kampus sebagai lembaga pendidikan formal merupakan salah satu siklus yang tidak dapat terpisahkan dalam mencapai cita-cita ideal pendidikan. Sehingga terakumulasi, menjadi citra kampus yang baik dan menjadi daya tawar untuk kemudian dipilih para calon mahasiswa,” paparnya.
Bagir, alumni HI ’04 ikut mengomentari, “Menurut gue baik tidaknya suatu kampus dinilai dari berbagai factor, yaitu kurikulum, dosen yang berkompeten, mahasiswa yang mampu menciptakan iklim intelektual dikampusnya, fasilitas yang disediakan kampus tersebut, manajemen kampus, serta alumnus yang mampu berkompetisi didunia kerja dan dunia professional lainnya.”
Menanggapi permasalahan diatas, Thomas Bustomi, PD I menjelaskan beberapa kelebihan Unpas, “Menurut DIKTI, pertama, Unpas merupakan Universitas yang menjanjikan, kedua, kita salah satu Universitas yang masuk kedalam link global yang dapat diperhitungkan diskala Internasional karena didalamnya ada mahasiswa yang terlibat dari manca Negara,” ujarnya.[] Topan
Teori dan Praktek Harus Konkret
163
Mahasiswa Administrasi Negara (AN) mengaku dirugikan dengan digantinya Laboratorium (Lab.) Kearsipan. Iwan Setiawan, mewakili mahasiswa AN’06, mengatakan, pihaknya cukup dirugikan karena penggantian Lab. Kearsipan menyebabkan input buat mahasiswa berkurang. Dikatakannya, semula mahasiswa mendapatkan teori dan praktek, tapi sekarang mereka hanya mendapatkan teori di kelas. Menurutnya, apabila mahasiswa belajar hanya teori, mahasiswa tidak dapat mengetahui prakteknya di lapangan. “Saya pribadi, lanjutnya, saya sangat mengharapkan Lab. Kearsipan tetap ada,” katanya.
Berbeda dengan Iwan, Aris, mahasiswa AN’06 mengaku tidak merasa dirugikan dengan digantinya Lab. Kearsipan. Meskipun demikian, ia berpendapat, Lab. Kearsipan sangat penting keberadaannya. Pasalnya, sebagian lulusan AN kelak akan bekerja di instansi pemerintah. “Takutnya, lulusan AN kerja di pemerintahan. ‘Ntar harus mengatur keluar masuknya surat dan kearsipan. Selain itu, perangkat yang digunakan bukan untuk kearsipan pemerintah saja, tapi masih dapat digunakan untuk keperluan birokrasi atau keperluan lain yang ada sangkut pautnya dengan kearsipan,” ujarnya.
Senada dengan Aris, Reski Mahasiswa AN’06, berpendapat tidak bermasalah apabila Lab. Kearsipan diganti karena proses pembelajaran yang diajarkan di lab. Susah untuk dipahami dan dosennya perlu diganti.
Menanggapi permasalahan diatas, Imas Sumiati selaku Sekjur AN, mengatakan, Lab. Kearsipan yang ada di AN akan diganti dengan lab. lain yang lebih up to date dari Lab. Kearsipan yang dapat memenuhi keinginan pasar. ”Kalau sudah selesai perencanaannya (menentukan pengganti Lab. Kearsipan-Red) yang selanjutnya lab. baru ini akan dipakai di semester genap,” lanjut Sekjur. Masih menurutnya, penggantian lab baru belum disosialisasikan kepada mahasiswa karena masih dalam tahap perencanaan.
Thomas Bustomi, PD I angkat bicara, menurutnya pihak dekanat belum menerima secara resmi mengenai penggantian Lab. Kearsipan. Jurusan harus memperhatikan terlebih dahulu kekurangan dan kelebihan lab. yang akan diganti kelak. “Seharusnya pihak jurusan mengevaluasi terlebih dahulu apakah lab (Lab. Kearsipan-Red) tersebut layak untuk diganti atau tidak kemudian dilaporkan kepada pihak dekanat,” tambahnya. [] Bam’z
SYNDROM 2008…
Orientasi Pembekalan Mahasiswa Baru (OPMB) FISIP Unpas tahun ini mempunyai konsep dasar Syndrome. Hal ini diungkapkan Januar ketua pelaksana OPMB FISIP Unpas 2008, “Syndrome (Sinkrones the environment with your move) itu sinkronisasi antara kegiatan mahasiswa dengan kegiatan sekitar, nah jadi lebih kepada pengabdian seorang mahasiswa, utamanya seorang mahasiswa Pasundan kepada warga sekitar.”
Dalam konsep syndrome terdiri dari tiga tema, lanjutnya. “Pertama, Student Government. Disini mahasiswa dikenalkan tentang politik kampus. Kedua, Self Motivation. Panitia mengundang psikolog untuk membimbing mahasiswa dalam masa transisi dari siswa ke mahasiswa. Ketiga, Public Environment. Mahasiswa dikenalkan dengan lingkungan sekitar kampus.“
Masih menurut Januar, Substansi konsep ini menekankan mahasiswa baru untuk lebih mengenalkan diri kepada lingkungan, sistem kepartaian, dan menitikberatkan kepada masa transisi mahasiswa baru.
Toni Mahasiswa IK ‘05 sepakat dengan konsep ospek sekarang. Menurutnya, konsep tersebut baik karena mahasiswa baru dapat terpacu untuk mengenal lingkungan sekitar serta pendidikan politik dibutuhkan dalam perkuliahan.
Hal berbeda dikatakan Muhamad Alexander, mahasiswa HI ’04. Baginya, konsep OPMB tahun ini terlalu rumit. “Saya sendiri waktu masuk kuliah nggak mengharapkan apa-apa. Bagi saya kuliah ya kuliah, jadi jangan sampai ruang lingkup pendidikan dimasuki sistem kepartaian,” paparnya.
Dalam konsep OPMB kali ini, kekerasan sedikit dihilangkan. “Dasar OPMB tahun ini kekerasan lebih dikurangi, hanya sebatas pendisiplinan saja serta tatib lebih diarahkan untuk mengurangi hal tersebut,” tambah Januar.
Menanggapi hal tersebut, Aang mahasiswa AN ’07, menurutnya, apabila di OPMB tahun ini terjadi kekerasan harus ada tindakan.
Hal berbeda dikatakan Ratna mahasiswa Bisnis ’05, dia biasa-biasa saja dalam menanggapi kekerasan yang terjadi di OPMB, karena menurutnya itu merupakan hal yang wajar. “Itu sih sebenarnya respon hukum alam, dan hukum alam dimanapun pasti selalu ada,” ungkapnya.
Menanggapi konsep OPMB, Deden Ramdhan, Pembantu Dekan III, menyetujui ketiga konsep dasar tersebut. “saya pikir ketiga konsep tersebut bagus dan saya menyetujuinya.” Selain itu, Deden pun memberikan saran pada panitia agar dapat bekerja secara proporsional dan professional serta jangan sampai ada hal-hal yang berlebihan.[] Bam’z, Ricky.
Minggu, 29 Maret 2009
Penyelewengan tugas dan fungsi legislative oleh anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Seharusnya, anggota DPM itu hanya memantau jalannya ospek hal ini dikatakan Nando mahasiwa Hubungan Internasional ’04. Menurutnya, “secara fungsi dan AD/ART tugas dan fungsi DPM hanya sebatas memantau saja, dan seharusnya mereka (anggota DPM-Red) sudah harus mengerti posisi, peran dan fungsinya itu sendiri seperti apa. Bahaya sekali jika mereka ikut campur dalam system ini (menjadi Panitia Ospek-Red) karena mereka telah bercampur aduk dengan Eksekutif,”ungkapnya. Masih menurut Nando, seharusnya, Ketua Dewan mempunyai ketegasan dalam memimpin sebuah organisasi dan bisa memposisikan keberadaan mereka sebagai DPM bukan sebagai mahasiswa FISIP.
Naza, Ketua Hima-Kom berpandangan sama dengan Nando. Pendapatnya, anggota DPM tidak boleh dan tidak etis bila menjadi panitia Ospek. Karena sudah jelas tugas pokok dan fungsi anggota DPM itu hanya memantau bukan menjalankan peraturan yang mereka telah buat.
Berbeda dengan Nando dan Naza, Vera Ketua BEM beranggapan, anggota Dewan menjadi panitia Ospek tidak menjadi permasalahan. “Saya belum begitu tahu tentang hal itu (peraturan anggota DPM tidak boleh menjadi panitia Ospek-Red) tetapi kalau mengacu kepada konstitusi Drafnya seperti apa dan bagaimana, kan itu kewenangan dari Dewan. Nah hingga sekarang (22/08/08) konstitusi itu belum saya pegang karena Musdaperma dilaksanakan pada saat kepengurusan sekarang, jadi menurut saya tidak jadi persoalan,”ujarnya.
Hal senada diungkapkan Adrian Riva, Ketua Him-HI, menurutnya, “saya rasa tidak bermasalah, selama mereka berkopenten dan mempunyai keahlian dibidangnya. Karena kita membutuhkan tenaga yang tersedia di Unpas,”katanya.
M. Januar Ditya, Ketua pelaksana Ospek Fakultas sekaligus Ketua Komisi II di DPM. Didit begitu nama akrabnya, mengakui bahwa dia tidak boleh menjadi Ketua Ospek Fakultas mengingat dia menjadi anggota DPM. “Sebenarnya saya mengakui bahwa saya tidak boleh menjadi panitia Ospek, memang ga’ etis, tapi posisi saya saat itu sulit. Gimana ga’ ada orang lagi,”tuturnya.
Menanggapi permasalahan ini Adit Ketua DPM, menjelaskan alasan mengizinkan anggota DPM menjadi panitia Ospek disebabkan atas permintaan beberapa Partai. “Alasan pertama mengapa saya mengizinkan, saya dimintai oleh partai Pasfor, PLBF dan Pinus untuk orang-orangnya itu (kader Partai yang ada di DPM-Red) menjadi panitia Ospek. Memang secara tertulisnya belum (permohonan Partai tentang pengajuan anggota DPM menjadi panitia Ospek-Red) tetapi secara lisan sudah dibicarakan dan diizinkan oleh saya dan saya juga melakukan koordinasi sebelumnya dengan ketua BEM karena BEM juga ternyata sama, membutuhkan orang-orang yang diajukan oleh partai,”tangkasnya. Masih menurutnya, persoalan ini tidak perlu dipermasalahkan, mengingat tidak ada peraturan tertulis yang tidak membolehkan DPM menjadi panitia Ospek. “saya kira hanya masalah konstitusi dan penjabaran, karena tidak ada tulisan yang benar-benar tidak membolehkan DPM menjadi panitia ospek.”
Adnan, Ketua BEM periode ’07-’08 angkat bicara, “ga’ ada kewenangannya tugas kaya gitu (DPM jadi panitia Ospek-Red) ini jelas sebuah sejarah dalam system pemerintahan dimanapun, artinya kalau kita menganggap itu sebuah inovatif kita harus kategorikan ini inovasi yang negative,ini harus disadari bahwa kita pernah punya satu media yang namanya Paripurna. Ya kalau dalihnya ga’ ada system hukum, lalu keberadaan mereka sendiri diukur lewat apa, termasuk anda (BPPM-Red) dan juga Vera (Ketua BEM-Red). Jelas ini sebuah hal yang mengusik eksistensi, BEM juga kembali dipertanyakan dengan statmentnya DPM, BPPM juga dipertanyakan dingan statment tersebut ini jelas melegitimasi semua tatanan sistem politik mahasiswa yang ada dikampus. Satu statement yang dikeluarkan oleh ketua Dewan otomatis melegitimasi semua system politik yang ada dikampus khususnya diwilayah kemahasiswaan, siapapun lembaga apapun dia harus tersinggung dengan statement ini,”tegasnya. Selain itu, adnan juga memberikan masukan buat anggota Dewan khususnya ketua Dewan agar lebih banyak lagi belajar Teori Perbandingan Sistem Politik (TPSP) karena itu sebagai prasyarat mutlak bagi semua ketua. [] Hasni.
Selasa, 24 Juni 2008
Edisi 158 "Lembaga yang Mulai Berkontitusi"
Sidang Paripurna yang diselenggarakan DPM pada Kamis (8/5) sepi peserta. Ditambah persoalan kurangnya kesepahaman panitia paripurna dengan peserta sidang mengenai draft, sehingga menimbulkan beberapa kali pending (penundaan-Red) dalam sidang. Hal ini diakui oleh Wawan, salah satu anggota dewan, menurutnya jika dilihat dari segi peserta yang hadir memang kurang, hal ini dikarenakan adanya penundaan sidang yang sering terjadi.
Hal serupa diungkapkan Asep Gunawan, Ketua Hima-Bisnis, “Ya mungkin yang pertama mahasiswa belum memahami betul tentang pentingnya sebuah paripurna itu,” katanya. Menanggapi pernyataan di atas, Ridwan selaku Ketua Him-HI memberikan pendapatnya. Menurutnya, sangat disayangkan bagi peserta yang tidak menghadiri sidang paripurna karena dalam sidang tersebut yang dibahas adalah kepentingan bersama, yakni kepentingan kampus. “Mau dibawa kemana FISIP ini ketika teman-teman yang ada di lembaga hari ini tidak menghadiri perumusan lembaga FISIP ke depan,” tambah Ridwan. Panji, anggota BEM pun menyayangkan dengan proses demokrasi di FISIP yang masih terhambat karena kurangnya partisipasi.
Selain persoalan kehadiran peserta paripurna yang minim, hingga saat ini pun DPM masih menyisakan satu amanah lagi, yaitu mensosialisasikan hasil sidang paripurna yang sudah direvisi kepada LKm dan HMJ yang ada di FISIP. Hal ini dibenarkan oleh Asep Miftafhudin, ketua Hima-AN. Menurutnya, ia pun masih menunggu sosialisasi dari dewan ke HMJ. Sama halnya dengan pendapat tersebut, Ridwan ikut berkomentar, “saya pikir HMJ di sini menunggu dari dewan, apakah sosialisasi sidang paripurna ini melalui HMJ ataukah dari dewan sendiri yang akan mensosialisasikan kepada mahasiswa,” ucapnya.
Menurut Wawan, terkait sosialisasi hasil sidang paripurna yang belum sampai ke setiap lembaga dan himpunan, dirinya membenarkan memang belum direalisasikan dengan alasan berita acaranya belum dibuat oleh dewan. “Saat ini berita acara belum kita buat, karena anggota dewan sendiri masih ada urusan lain,” kata Wawan. [] Ricky, Bamz, Uchie
Read More......
Senin, 23 Juni 2008
Edisi 157 "Kejelasan Fungsi Kepartaian"
Partai politik bukanlah ukuran mutlak dalam mencapai demokratisasi, karena dalam gejolak partai pun banyak melahirkan konflik beruntun. Hal ini dikatakan oleh Femi, mahasiswa Hubungan Internasional ’05. “Demokrasi tidak harus ada partai politik, karena demokratisasi adalah bagaiaman perwakilan yang ada dalam mahasiswa bisa mewakili mahasiswa seluruhnya,” ujar Femi. Namun berbeda dengan pendapat Aep, salah satu mahasiswa Admninistrasi Bisnis ‘02, menurutnya pemilihan anggota lembaga kemahasiswaan lebih baik melalui partai politik, namun harus melalui musyawarah terlebih dahulu.
Berkaitan dengan hal ini, Adnan selaku Ketua BEM FISIP berpendapat, “apabila tiga kali sistem ini (Kepartaian–Red) bermasalah artinya harus dikaji ulang,” ujar Adnan. “Selain itu faktor historis yang harus diurai kembali dan dengan munculnya kepartaian harus dengan mempertemukan kembalai lintas generasi,” tamabahnya. Kondisi tersebut dikatakan oleh Egi, mahasiswa Ilmu Komunikasi ’05. Menurut Egi, dalam system kepartaian yang
Aris, Ketua DPM FISIP mengatakan, “semua pihak harus ditinjau, tidak hanya dewan ataupun KPUM tapi juga partai. Jadi semua elemen ditinjau,”katanya. Dalam hal ini, anggota Partai Pinus, Didon ikut angkat bicara. “Harus mengkaji lagi apakah kita akan kembali ke masa lampau dengan menggunkana sistem independen atau wacana baru dengan sistem kepartain yang baru,” ujar Didon yang kini berposisi sebagai anggota Dewan.
Berbeda dengan pendapat di atas mengenai pengkajian ulang sistem kepartaian, Danu dari Partai Pasfor berkomentar, “sangat disayangkan apabila partai dibubarkan, sebab partai merupakan tempat pengkaderan orang yang mempunyai kesepahaman untuk dijadikan tujuan dari kesepahaman tersebut,” katanya. [] Dewi