Selasa, 24 Juni 2008

Edisi 158 "Lembaga yang Mulai Berkontitusi"

Sidang Paripurna yang diselenggarakan DPM pada Kamis (8/5) sepi peserta. Ditambah persoalan kurangnya kesepahaman panitia paripurna dengan peserta sidang mengenai draft, sehingga menimbulkan beberapa kali pending (penundaan-Red) dalam sidang. Hal ini diakui oleh Wawan, salah satu anggota dewan, menurutnya jika dilihat dari segi peserta yang hadir memang kurang, hal ini dikarenakan adanya penundaan sidang yang sering terjadi.

Hal serupa diungkapkan Asep Gunawan, Ketua Hima-Bisnis, “Ya mungkin yang pertama mahasiswa belum memahami betul tentang pentingnya sebuah paripurna itu,” katanya. Menanggapi pernyataan di atas, Ridwan selaku Ketua Him-HI memberikan pendapatnya. Menurutnya, sangat disayangkan bagi peserta yang tidak menghadiri sidang paripurna karena dalam sidang tersebut yang dibahas adalah kepentingan bersama, yakni kepentingan kampus. “Mau dibawa kemana FISIP ini ketika teman-teman yang ada di lembaga hari ini tidak menghadiri perumusan lembaga FISIP ke depan,” tambah Ridwan. Panji, anggota BEM pun menyayangkan dengan proses demokrasi di FISIP yang masih terhambat karena kurangnya partisipasi.

Selain persoalan kehadiran peserta paripurna yang minim, hingga saat ini pun DPM masih menyisakan satu amanah lagi, yaitu mensosialisasikan hasil sidang paripurna yang sudah direvisi kepada LKm dan HMJ yang ada di FISIP. Hal ini dibenarkan oleh Asep Miftafhudin, ketua Hima-AN. Menurutnya, ia pun masih menunggu sosialisasi dari dewan ke HMJ. Sama halnya dengan pendapat tersebut, Ridwan ikut berkomentar, “saya pikir HMJ di sini menunggu dari dewan, apakah sosialisasi sidang paripurna ini melalui HMJ ataukah dari dewan sendiri yang akan mensosialisasikan kepada mahasiswa,” ucapnya.

Menurut Wawan, terkait sosialisasi hasil sidang paripurna yang belum sampai ke setiap lembaga dan himpunan, dirinya membenarkan memang belum direalisasikan dengan alasan berita acaranya belum dibuat oleh dewan. “Saat ini berita acara belum kita buat, karena anggota dewan sendiri masih ada urusan lain,” kata Wawan. [] Ricky, Bamz, Uchie

Read More......

Senin, 23 Juni 2008

Edisi 157 "Kejelasan Fungsi Kepartaian"



Partai politik bukanlah ukuran mutlak dalam mencapai demokratisasi, karena dalam gejolak partai pun banyak melahirkan konflik beruntun. Hal ini dikatakan oleh Femi, mahasiswa Hubungan Internasional ’05. “Demokrasi tidak harus ada partai politik, karena demokratisasi adalah bagaiaman perwakilan yang ada dalam mahasiswa bisa mewakili mahasiswa seluruhnya,” ujar Femi. Namun berbeda dengan pendapat Aep, salah satu mahasiswa Admninistrasi Bisnis ‘02, menurutnya pemilihan anggota lembaga kemahasiswaan lebih baik melalui partai politik, namun harus melalui musyawarah terlebih dahulu.

Berkaitan dengan hal ini, Adnan selaku Ketua BEM FISIP berpendapat, “apabila tiga kali sistem ini (Kepartaian–Red) bermasalah artinya harus dikaji ulang,” ujar Adnan. “Selain itu faktor historis yang harus diurai kembali dan dengan munculnya kepartaian harus dengan mempertemukan kembalai lintas generasi,” tamabahnya. Kondisi tersebut dikatakan oleh Egi, mahasiswa Ilmu Komunikasi ’05. Menurut Egi, dalam system kepartaian yang kan digunakan harus ada kajian ulang mengenai pengorganisasian dalam partai tersebut. “Pengawasannya pun harus diperketat agar tidak terjadi kecurangan dalam Pemira (pemilu raya) yang akan datang,” lanjutnya.

Aris, Ketua DPM FISIP mengatakan, “semua pihak harus ditinjau, tidak hanya dewan ataupun KPUM tapi juga partai. Jadi semua elemen ditinjau,”katanya. Dalam hal ini, anggota Partai Pinus, Didon ikut angkat bicara. “Harus mengkaji lagi apakah kita akan kembali ke masa lampau dengan menggunkana sistem independen atau wacana baru dengan sistem kepartain yang baru,” ujar Didon yang kini berposisi sebagai anggota Dewan.

Berbeda dengan pendapat di atas mengenai pengkajian ulang sistem kepartaian, Danu dari Partai Pasfor berkomentar, “sangat disayangkan apabila partai dibubarkan, sebab partai merupakan tempat pengkaderan orang yang mempunyai kesepahaman untuk dijadikan tujuan dari kesepahaman tersebut,” katanya. [] Dewi


Read More......

Edisi 157 "Optimalisasi Fungsi Dosen"

Sistem pembelajaran di perguruan tinggi tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal bila cara yang digunakan masih seperti di Sekolah Menengah Atas (SMA), yakni hanya ceramah satu arah dari dosen. Seperti terjadi di FISIP Unpas yang selama ini sistem belajarnya masih dinilai kurang efektif. Dituturkan oleh Andre, mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis ’07. Menurutnya sistem pengajaran di Unpas hanya satu arah saja, dan mahasiswa seolah hanya menerima suapan dari dosen. “Saya pernah belajar di salah satu universitas lain, kebanyakan setiap matakuliah ada presentasinya. Kalau di sini (FISIP Unpas-Red) masih belum ada metode seperti itu di semester awal, tetapi kalau di universitas lain dari awal semester sudah mencoba presentasi. Saat ini mahasiswanya seperti yang disuapin dosen,” ujarnya panjang lebar. Hal serupa diungkapkan oleh Usman mahasiswa Jurusan Komunikasi ‘07, menurutnya dosen di FISIP kurang bisa memancing mahasiswa aktif. “Berharap metode dalam menyampaikan materi kuliahnya harus di rubah. Artinya sistem pembelajaran di kampus masih kurang dan perlu di tingkatkan,” katanya.

Berkaitan dengan hal di atas, Thomas Bustomi selaku PD 1 yang mengurusi perihal akdemik menegaskan, “IPK (indeks prestasi kumulatif) sudah bukan jaminan mendapat pekerjaan dan mahasiswa yang bisa survive adalah mahasiswa yang aktif,” ujarnya. “Untuk itu di FISIP ada beberapa dosen yang mengikuti pelatihan SCL (Student Center Learning). Dosen-dosen tersebut nantinya ditugaskan untuk melakukan TOT (Training of Trainer) di dalam kampus,” lanjutnya.

Dari hasil pelatihan SCL tersebut diharapkan beberapa dosen bisa mengkomunikasikan sistem yang baru. Abu Hurairah, salah satu dosen yang mengikuti training tersebut mengatakan, “dalam mensosialisasikan hasil pelatihan SCL ini untuk intern mahasiswa di kelas mau dicoba, walaupun nanti akan bertahap karena rasanya sulit sekali untuk melaksanakan sekaligus,” katanya. “Dan saat ini respon dari mahasiswa belum tahu seperti apa karena belum di coba,” ujar Abu. Masih menurut Abu, penerapan metode SCL itu dari semua komponen harus benar-benar siap, yakni kesiapan dosen dengan penguasaan materi dan metode serta harus ada kesiapan dari mahasiswa.

Lain halnya dengan Imas Sumiati yang juga mengikuti pelatihan SCL menuturkan, dalam metode SCL ini mahasiswanya jadi fokus pembelajaran. “Kalau untuk sosialisai kita ada yang namanya lembaga, saya sudah ke lembaga artinya fakultas. Fakultas juga sudah ada jerih payah kemarin mengadakan loka karya mengenai SCL,”ujarnya. “Mungkin masih ada kendala-kendala secara teknis sehingga belum ditugaskan, tetapi untuk implementasi di kelas saya sudah melaksanakannya bahkan sebenarnya sebelum program SCL dijalankan saya dari dulu sudah SCL, cuma barang kali setengah TCL setengah SCL,” ujar Imas yang juga berposisi sebagai dosen Admninistrasi Negara ini.

Jika perguruan tinggi menginginkan proses perkuliahan berefek maksimal, maka harus ada transformasi ilmu yang banyak, seperti yang diungkapkan oleh Triya dan Ari dari Jurusan Ilmu Komunikasi ‘07, “berharap dosen di FISIP ini lebih sering sharing (berbagi-Red) kepada mahasiswanya agar lebih akrab sehingga lebih mudah menerima materi yang diberikan dosen. []Novie




Read More......

Rabu, 23 April 2008

Edisi 156 "Timbul Dan Tenggelamnya Partai Mahasiswa"

Partai mahasiswa di FISIP diragukan keberadaan dan fungsinya. Hal ini dibenarkan oleh Heri mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ’03. Menurutnya, keberadaan partai mahasiswa di FISIP tidak cukup dikenal oleh mahasiswa. Selain itu ia pun mengakui tidak mengetahui tentang sistem kepartaian yang ada di kampus. Berbeda dengan yang diungkapkan di atas, Isma mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ‘05 berpendapat. Partai mahasiswa di FISIP ini kurang melakukan sosialisasi, sehingga beberapa partai saja yang dia ketahui.

“Sedikit tau sih tentang adanya kepartaian, tapi tidak mengetahui peran dari partai di FISIP Unpas ini,” ujar Yudi, salah satu mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. ”Partai jangan hanya selalu ditargetkan untuk menduduki posisi di Himpunan, kalau bisa partai tersebut mempunyai program kegiatan yang kira-kira membuat partai eksis, tidak hanya sekedar mencari kursi kekuasaan,” timpal Deri, mahasiswa Jurusan Komunikasi ‘05.

Menanggapi hal itu, Dadang, Sekertaris Umum Himpunan Administrasi Negara mengatakan. “Partai di FISIP ini seperti belut. Ketika ada pesta pemilu, partai ini muncul tapi ketika tidak ya sudah tak ada,” ujarnya. Masih menurut Dadang, partai harus berfungsi sebagai suatu wahana dan wadah aspirasi mahasiswa itu sendiri, jangan sampai partai ini didaulatkan sebagai suatu pencontohan yang bodoh. Hal ini pun diamini oleh Yogi, Ketua Himpunan Jurusan Kesejahteraan Sosial. “Kebiasaan partai biasanya satu bulan, dua minggu, dan tiga minggu sebelum Pemira (Pemilu Raya) baru mereka mensosialisasikan dengan janji-janji yang begitu indah, tetapi semua itu bohong. Hanya dijadikan kendaraan mencapai puncak kepemimpinan,” ujar Yogi. Namun pendapat lain mengenai kondisi partai mahasiswa di FISIP, dikemukakan oleh Ridwan selaku Ketua Himpunan Hubungan Internasional. ”Partai di sini hanya sebatas syarat yang mana setiap calon ketua lembaga harus melalui partai, artinya hanya sebatas kendaraan,” katanya.

Kemunculan dan menghilangnya partai mahasiswa di kampus Lengkong ini, mendapat tanggapan dari Bagir yang berposisi sebagai anggota Partai Mahasiswa Pasundan (Parmapas). ”Saya suka dengan sistem kepartaian, tapi tidak mudah memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Saat ini sistem kepartaian belum relevan karena sosialisasinya belum menyentuh semua elemen,” katanya. “Kita bangun dulu komunikasi politik dua arah, tiga arah, ataupun kemana arahnya yang berbasiskan pada positif. Kita berkomunikasi dengan tujuan-tujuan yang baik, samakan visi dan kita bergerak bersama,” ujar Bagir, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPM.

Selain dari Parmapas, Ayub dari Partai Republik Cinta (PRC) sekaligus anggota DPM pun angkat bicara. “Untuk hari ini sudah jelas bahwa kelembagaan sedang kacau, pada saat ini partai politik sudah menjadi embrio dan mudah-mudahanan menjadi wadah untuk temen-temen yang tidak memiliki kegiatan,” ujarnya. “Seharusnya dalam rekruitmen anggota partai, yang diutamakan adalah kualitas bukan kuantitas,” tambah Ayub. [] Bamz

Read More......

Edisi 155 "Kelas digabung, konsentrasi berkurang"

Penggabungan kelas dalam proses belajar mengajar dinilai kurang efektif oleh beberapa mahasiswa. Hal ini dikatakan oleh Agus, salah satu mahasiswa Jurusan Administrasi Negara 07’. Menurutnya, perkuliahan yang digabung dapat berakibat kurang kondusifnya ruangan dan suasana dalam belajar. “Karena terlalu banyaknya mahasiswa, mengakibatkan konsentrasi jadi buyar.” Menurutnya kegiatan perkuliahan lebih baik disesuaikan dengan prosedur yang telah ditentukan oleh pihak Universitas.
Hal senada juga diungkapkan oleh Eliza, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional 07’. “Sebenarnya ‘nggak nyaman dengan penggabungan kelas, soalnya kelas kepenuhan, panas, ‘nggak konsentrasi, suara yang di dengar pun jadi nggak jelas, mungkin kerena terlalu rame,” ujarnya. Tidak berbeda dengan keluhan di atas, Eni salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi 05’ mengungkapkaan. “Memang lebih efektif jika proses perkuliahan dilaksanakan di kelas masing-masing, soalnya kalau digabung biasanya kelas menjadi penuh, gerah dan ribut,” katanya.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa tersebut, Rasman Sonjaya selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi angkat bicara. ”Pihak jurusan tidak membenarkan penggabungan kelas, karena proses belajar mengajar dipandang tidak efektif. Bila masih terjadi penggabungan, kami akan meminta secara resmi untuk membatalkan penggabungan kelas tersebut,” tegasnya
Berbeda dengan Rasman, Ketua Jurusan Hubungan Internasional Iwan Gunawan mengungkapkan, “apabila sifatnya mendesak tidak apa-apa, asal telah disepakati oleh mahasiswa dan dosennya. Memang betul kurang efektif. Tetapi apabila dipaksakan kepada mahasiswa sebaiknya jangan.”
“Persoalan mengenai pengabungan kelas harus dikomunikasikan dan di kordinasikan terlebih dahulu antara dosen dan mahasiswa. Jika mahasiswa merasa tidak nyaman dengan pengabungan kelas, lebih baik sampaikan langsung kepada dosen yang bersangkutan atau langsung menghubungi jurusan,” kata Imas Sumiati, Sekertaris Jurusan Administrasi Negara, menanggapi keluhan tersebut.[]She

Read More......

Selasa, 08 April 2008

Edisi 154 "Dana mengalir, produktivitas menurun"

Lengkong Besar_PersPamlet

Beberapa mahasiswa mengeluh mengenai aktivitas lembaga kemahasiswaan yang masih pasif. “Kita ngerasa kecewa himpunan gak aktif, katanya mau ada kegiatan inagurasi tapi sampai sekarang acaranya gak ada, padahal kan dana kemahasiswaanya ada,” kata Femi, salah satu Mahasiswa Jurusan Komunikasi menyikapi Himpunan Mahasiswa Jurusan.
Bukan hanya Femi, Didit pun mengeluhkan hal yang sama. “Gimana ya, sekarang ini kita gak ngerasain efek dari kegiatan yang dilakukan himpunan dan lembaga kemahasiswaan lain, mungkin karena kurangnya sosialisasi“, menurut Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’05 ini.
Menanggapi hal tersebut, Windi, Ketua Himakom, “Kita bukan tidak ada kegiatan, tetapi program yang kita rancang sedang dalam proses. Ada dua hal yang menghambat kinerja Himakom, yaitu internal dan eksternal. Secara internal yaitu pengurus yang kurang aktif dan fasilitas himpunan yang tidak memadai. Secara eksternal, kurangnya respons mahasiswa dan dukungan fakultas yang kurang optimal. Tunggu saja tanggal mainnya, kita pasti melaksanakan kegiatan besar“, ujar Windi.
Ucil Mahasiswa KS ‘05 ikut menanggapi, “Sebetulnya anggaran yang diberikan Fakultas menurut saya tidak berpengaruh, besar kecilnya relative. Sebesar apapun anggaran yang diberikan, kalau tidak ada niat ya percuma. Yang penting niatnya, meskipun anggaran kecil tapi kalau ada niat dari pengurusnya kegiatan pasti terlaksana. Agar kegiatan direspon baik oleh mahasiswa, saya pikir sosialisasi dari lembaga kemahasiswaan juga harus diperbaiki”.
Menanggapi permasalahan diatas, Yogi Kusumah, Ketua Himpunan Jurusan KS angkat bicara. “Kegiatan Himpunan KS masih berjalan untuk kegiatan bulanan, meskipun kegiatannya tidak dikampus. Memang salah kita karena kurangnya sosialisasi. Padahal program kegiatan sering dilaksanakan diluar dari pada di kampus“.
Hal yang sama diungkapkan Asri, Mahasiswa Bisnis 2007, “Kita gak pernah dilibatkan, apalagi tahu program kerja mereka seperti apa. Paling, kita diajak ngehadirin kegiatan. Setelah itu, kita gak pernah dilibatkan lebih jauh. Saran saya, sering saja mereka ngajak adik kelasnya ikut kegiatan mereka, setidaknya dengan banyaknya kegiatan berarti sama dengan sosialisasi kinerja mereka”.
Asep, Ketua Himpunan Mahasiswa Bisnis menjelaskan, “Ada tiga factor yang menyebabkan rendahnya produktivitas HMJ, yaitu faktor dana, fasilitas yang dimiliki himpunan itu sendiri dan kaderisasi yang tidak ada, sehingga kader yang masih mentah sudah menjabat ketua HMJ”. Masih menurut Asep, “Saya tidak mempermasalahkan seberapa besar dana kemahasiswaan kampus, tapi yang saya inginkan adalah Unpas kampus besar pasti punya link (Jaringan-Red) yang luas, seharusnya bisa dimanfaatkan sehingga bisa mempermudah menutupi anggaran. Karena anggaran dari Fakultas hanya 9% dari total dana kemahasiswaan. Buat saya, ada uang atau gak ada uang kegiatan harus berjalan karena ini adalah amanah dan kita sepakat untuk transparansi keuangan“.
Deden Ramdhan, PD III menanggapi hal ini, “Saya tidak setuju bahwa semua Lembaga Kemahasiswaan (LK) fakum, kalau DPM saya mengakui, kita sama-sama tahu DPM ini baru menggeliat. Tapi BEM dan HMJ agresif sekali, tiada hari tanpa kegiatan. Saya harus mengapresiasi mereka, meskipun intensitas HMJ satu dengan yang lain tidak sama, ada yang terus menerus ada yang menunggu alokasi anggaran dulu kemudian mereka menyelenggarakan kegiatan yang besar ”. Menanggapi keuangan mahasiswa yang dianggap menjadi indikator produktivitas Lembaga Kemahasiswaan, Deden juga ikut menanggapi, “ Alokasi anggaran kemahasiswaan bersifat stimulus, merangsang Lembaga Kemahasiswaan untuk beraktivitas, sambil juga mencari sponsorship. Dana kemahasiswaan itu Rp. 36.000,- /mahasiswa, dan menurut saya ini cukup representative, Fisip ini cukup demokratis dibanding Fakultas lain,”(Topan)

Read More......

Kamis, 13 Maret 2008

Edisi 153 "Aturan yang Tak Berfungsi"

Di awal perkuliahan semester genap ini, beberapa mahasiswa mengeluh mengenai nilai ujian yang belum keluar padahal Ujian Akhir Semester (UAS) telah berlangsung satu bulan yang lalu. “Ujian sudah lama berlangsung, tapi sampai saat ini nilainya belum keluar semua,” kata Isma, salah satu Mahasiswa Jurusan HI ’05. “Nilai yang belum keluar sangat menghambat. Misal kita mau mengambil beasiswa, susah kan jika nilainya belum keluar. Katanya FISIP sekarang mau gimana gitu (Maju-Red) kedepannya, tapi kok dilihat dan diperhatikan dari dulu tetep aja ga’ ada rubahnya,” lanjutnya.

Bukan hanya Isma, Ajat pun mengeluh mengenai keterlambatan nilai, “ada tiga mata kuliah lagi yang belum keluar, Kearsipan, Prilaku Organisasi, dan Perbandingan Administrasi Negara. Kalo bisa dipercepat, karena kita pengen tau hasilnya.” Kata Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara ini. Hal yang sama diungkapkan oleh Indri, Badan, dan Oze, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’07 ini mengatakan, “nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pancasila belum keluar, kalo bisa dipercepat atau diperlancar prosesnya supaya kita ga’ penasaran,” ujar mereka.

Menanggapi permasalahan di atas, Iwan Gunawan, Ketua Jurusan HI angkat bicara. “Memang ada beberapa dosen kita yang demikian (telat mengeluarkan nilai-Red) tapi kita di sini tetep mem-push (mendorong-Red) selalu ke dosen-dosen, dan jika dalam waktu dua minggu nilai belum keluar Jurusan akan menindaklanjuti. Dan mengenai beasiswa, langsung saja datang ke Jurusan,” ujarnya. Masih menurut Iwan, kendala nilai yang belum keluar bukan hanya pada dosen tetapi pada sarana komputernya juga. “Selain dosen, komputer juga biasanya menjadi kendala. Ada nilai yang sudah di input ternyata di layar komputernya belum bisa kelihatan,” ujar dosen yang lebih akrab disapa Igun.

Demikian juga Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Rasman Sonjaya menjelaskan. “Normatifnya dosen itu harus sudah menyerahkan nilai UTS/ UAS kepada bagian nilai di Jurusan itu dua minggu,” ujarnya. Masih menurut Rasman, jika setelah satu bulan dosen belum juga memberikan nilai, maka pihak Jurusan akan memberikan himbauan pada dosen yang bersangkutan. “Ada tiga himbauan yang diberikan untuk dosen yang belum menyerahkan nilai, pertama dihimbau untuk mengembalikan berkas ujian kepada Jurusan, kedua kita (Jurusan-Red) akan mengumumkan nama dosen yang belum menyerahkan nilai di papan pengumuman, dan himbauan ketiga jika dalam satu semester masih juga belum mengeluarkan nilai maka Jurusan akan menjemput paksa berkas ujian itu dana akan ditangani oleh Jurusan,” katanya tegas.

Ikin Sodikin, Ketua Jurusan Administrasi Negara, ikut menanggapi persoalan klasik ini. “Kalender akademik sudah sangat jelas. Dua minggu setelah ujian dilaksanakan dengan mata kuliahnya masing-masing, maka dosen harus menyerahkan nilai kepada Jurusan. Sesibuk apapun dosen itu, mereka harus berusaha melayani mahasiswa,” tuturnya. [] Hasni

Read More......